PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 65 TAHUN 2015
TENTANG
STANDAR PELAYANAN FISIOTERAPI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
|
: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 24 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 66 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Standar Pelayanan
Fisioterapi;
|
Mengingat
|
: 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607);
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2013
|
tentang Registrasi Tenaga Kesehatan (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 977);
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 80 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan dan Praktik Fisioterapis (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2013 Nomor 1536);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG STANDAR PELAYANAN FISIOTERAPI.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Standar Pelayanan Fisioterapi adalah pedoman yang diikuti oleh fisioterapis dalam melakukan pelayanan fisioterapi.
2. Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan/atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis) pelatihan fungsi, dan komunikasi.
3. Fisioterapis adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan fisioterapi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
5. Organisasi Profesi adalah wadah untuk berhimpun Fisioterapis di Indonesia.
Pasal 2
Pengaturan Standar Pelayanan Fisioterapi bertujuan untuk:
a.
|
memberikan acuan bagi penyelenggaraan pelayanan
Fisioterapi yang bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan;
|
b.
|
memberikan acuan dalam pengembangan pelayanan
Fisioterapi di fasilitas pelayanan kesehatan;
|
c.
|
memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi Fisioterapis dalam menyelenggarakan pelayanan
Fisioterapi; dan
|
d.
|
melindungi pasien/klien sebagai penerima pelayanan Fisioterapi.
Pasal 3
|
(1)
|
Standar Pelayanan Fisioterapi meliputi penyelenggaraan pelayanan, manajemen pelayanan, dan sumber daya.
|
(2)
|
Standar Pelayanan Fisioterapi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diterapkan dalam pemberian pelayanan kepada pasien/klien pada semua kasus. |
(3)
|
Penatalaksanaan pada masing-masing kasus disusun oleh Organisasi Profesi dan disahkan oleh Menteri. |
(4)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai Standar Pelayanan Fisioterapi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 4
|
(1)
|
Menteri Kesehatan, Gubernur, Bupati/Walikota |
(2)
|
Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Kesehatan, Gubernur, Bupati/Walikota dapat melibatkan organisasi profesi. |
(3)
|
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk:
a. meningkatkan mutu pelayanan Fisioterapi; dan
b. mengembangkan pelayanan Fisioterapi yang efisien dan efektif.
|
(4)
|
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
a. advokasi dan sosialisasi;
b. pendidikan dan pelatihan; dan/atau
c. pemantauan dan evaluasi.
|
Pasal 5
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
378/Menkes/SK/IV/2008 tentang Pedoman Pelayanan Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit, sepanjang mengatur pelayanan fisioterapi;
b. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 517/MENKES/SK/VI/2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan; dan
c. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 778/MENKES/SK/VIII/2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 6
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 September 2015
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
NILA FARID MOELOEK
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 5 November 2015
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 1662 LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 65 TAHUN 2015
TENTANG
STANDAR PELAYANAN FISIOTERAPI
STANDAR PELAYANAN FISIOTERAPI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem Kesehatan Nasional merumuskan bahwa pembangunan nasional bidang kesehatan bertujuan tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan diselenggarakan oleh semua komponen bangsa, baik Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna, sehingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya melalui prinsip-prinsip perikemanusiaan, pemberdayaan dan kemandirian masyarakat, adil dan merata, serta pengutamaan manfaat.
Hasil pembangunan kesehatan nasional menunjukkan perbaikan pada berbagai indikator, seperti peningkatan umur harapan hidup, penurunan angka kematian ibu karena proses maternal, penurunan angka kematian bayi, dan sebagainya. Namun demikian masih ada permasalahan yakni adanya disparitas derajat kesehatan, dan beban ganda penyakit yakni makin meningkatnya prevalensi penyakit tidak menular sementara angka penyakit menular masih tinggi yang ditandai fenomena transisi epidemiologi-demografi, serta meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut dengan berbagai penyakit degenerasi yang menyertainya. Begitu pula dengan masalah disabilitas yang membutuhkan perhatian yang lebih besar.
Dibanding 2007, riset kesehatan dasar 2013 menunjukkan fenomena kenaikan prevalensi penyakit tidak menular, antara lain: sendi (24,7 %), cedera (8,2 %), asma (4,5 %), PPOK (3,7 %), DM (2,1 %), hipertensi (9,5 %), jantung koroner (1,5 %), gagal jantung (0,3 %), stroke (12,1 ‰). Hal ini antara lain diakibatkan kurang gerak, pola hidup yang serba duduk (sedentary living), dan kecelakaan akibat kerja.
Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan/atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (physics, elektroterapeutis dan mekanis) pelatihan fungsi, dan komunikasi.
Fisioterapi didasari pada teori ilmiah dan dinamis yang diaplikasikan secara luas dalam hal penyembuhan, pemulihan, pemeliharaan, dan promosi fungsi gerak tubuh yang optimal, meliputi; mengelola gangguan gerak dan fungsi, meningkatkan kemampuan fisik dan fungsional tubuh, mengembalikan, memelihara, dan mempromosikan fungsi fisik yang optimal, kebugaran dan kesehatan jasmani, kualitas hidup yang berhubungan dengan gerakan dan kesehatan, mencegah terjadinya gangguan, gejala, dan perkembangan, keterbatasan kemampuan fungsi, serta kecacatan yang mungkin dihasilkan oleh penyakit, gangguan, kondisi, ataupun cedera.
Dalam pelayanan kesehatan, organisasi perdagangan dunia (WTO) dalam putaran Uruguay 1986-1994 mencatat fisioterapis termasuk jasa professional dalam perdagangan bebas dunia. Fisioterapis sebagai profesi sebagaimana disosialisasikan oleh WHO tentang Classifying Health Worker padaThe International Standard Classification of Occupation (ISCO 2008) tercatat dalam occupation group sebagai physiotherapy dengan ISCO Code 2264.
Saat ini pelayanan fisioterapi di Indonesia tidak saja dapat diakses pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat rujukan, namun sudah dapat dijumpai pada beberapa fasilitas pelayanan kesehatan tingkat dasar/primer (Data Dasar Puskesmas 2013) termasuk praktik mandiri, sehingga dibutuhkan pengaturan dan penyesuaian agar aksesibilitas dan mutu pelayanan fisioterapi dapat dipertanggungjawabkan, memenuhi kebutuhan masyarakat sekaligus memenuhi tuntutan perkembangan pelayanan kesehatan termasuk perkembangan akreditasi fasilitas pelayanan kesehatan.
Guna menjawab hal tersebut di atas, perlu adanya penyesuaian terhadap beberapa regulasi yang ada agar sesuai dengan kebutuhan pelayanan, lebih berfokus pada pasien, serta mampu diaplikasikan sebagai perangkat akreditasi pada semua tingkat fasilitas pelayanan kesehatan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat.
B. Sasaran
1. Fisioterapis
2. Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan baik tingkat dasar/primer, rujukan, maupun praktik mandiri
3. Pemerintah/Pemerintah Daerah
4. Masyarakat dan organisasi profesi terkait
C. Falsafah
1. Filosofi
Fisioterapi memandang bahwa kesehatan gerak fungsional manusia untuk hidup sehat secara holistik dan sejahtera adalah sebagai hak asasi, dijadikan dasar keberadaan dan pengembangan pelayanan fisioterapi yang paripurna.
2. Visi
Mewujudkan pelayanan fisioterapi berkesetaraan global mampu memecahkan masalah kesehatan gerak fungsional tubuh manusia sebagai individu, kelompok, masyarakat secara holistik paripurna.
3. Misi
a) Melakukan proses fisioterapi yang profesional berbasis bukti.
b) Memotifasi fisioterapis dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan fisioterapi secara berkala.
c) Membangun suasana kemitraan antar profesi dalam pelayanan kesehatan.
d) Melakukan penelitian klinis fisioterapi dalam meningkatkan layanan fisioterapi.
e) Melakukan advokasi kolegial praktek fisioterapi dalam penyelenggaraan pelayanan fisioterapi.
4. Tujuan Pelayanan Fisioterapi
Memberikan pelayanan fisioterapi pada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat. Memecahkan masalah dan kebutuhan kesehatan gerak fungsional tubuh manusia dengan menerapkan ilmu pengetahuan teknologi fisioterapi secara aman, bermutu, efektif dan efisien dengan pendekatan holistik paripurna, dituntun oleh kode etik, berbasis bukti, mengacu pada standar/pedoman serta dapat dipertanggungjawabkan.
BAB II
PENYELENGGARAAN PELAYANAN
A. Cakupan Pelayanan
Keberhasilan program pelayanan kesehatan tergantung berbagai faktor baik sosial, lingkungan, maupun penyediaan kelengkapan pelayanan/perawatan dimana fisioterapi memiliki peran yang penting dalam program pelayanan kesehatan baik di tingkat dasar maupun rujukan.
Dalam pelayanan kesehatan tingkat pertama (primer), fisioterapis dapat terlibat sebagai anggota utama dalam tim, berperan dalam pelayanan kesehatan dengan pengutamaan pelayanan pengembangan dan pemeliharaan melalui pendekatan promotif dan preventif tanpa mengesampingkan pemulihan dengan pendekatan kuratif dan rehabilitatif.
Pada pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, fisioterapis berperan dalam perawatan pasien dengan berbagai gangguan neuromuskuler, musculoskeletal, kardiovaskular, paru, serta gangguan gerak dan fungsi tubuh lainnya. Fisioterapis juga berperan dalam pelayanan khusus dan kompleks, serta tidak terbatas pada area rawat inap, rawat jalan, rawat intensif, klinik tumbuh kembang anak, klinik geriatri, unit stroke, klinik olahraga, dan/atau rehabilitasi.
Fisioterapi musculoskeletal antara lain orthopaedi, cedera olahraga, dan kesehatan haji, melalui pendekatan antara lain dengan joint manipulation, soft tissue manipulative, kinesio tapping and splinting, dan exercise therapy.
Fisioterapi neuromuskuler antara lain neurologi dan tumbuh kembang (anak/geriatri), melalui pendekatan antara lain bobath,proprioceptive neuromuscular fascilitation, feldenkraise, tickle manuver cough for cerebral palsy, dan dolphin therapy.
Fisioterapi kardiovaskulopulmonal antara lain jantung, paru, dan intensiv care, melalui pendekatan antara lain manual lymphatic drain vein, visceral manipulation, muscle energy therapy, basic cardiac life support, dan berbagai terapi latihan baik individu maupun kelompok (misal tai chi, senam ashma, senam stroke).
Fisioterapi Integumen dan kesehatan wanita antara lain wound management, wellnes/spa, kecantikan.
Fisioterapis dalam melaksanakan praktik mandiri berperan dalam memberikan pelayanan fisioterapi tingkat pertama (primer) atau tingkat lanjutan, sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya.
Pelayanan fisioterapi dikembangkan dalam lingkup promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif dalam spektrum yang bersifat umum maupun kekhususan pada tingkat fasilitas pelayanan kesehatan:
1. Pelayanan fisioterapi di Puskesmas
Pelayanan fisioterapi di Puskesmas memberikan pelayanan kesehatan gerak dan fungsi tubuh kepada individu dan/atau kelompok, yang bersifat umum dengan pengutamaan pelayanan pengembangan dan pemeliharaan melalui pendekatan promotif dan preventif tanpa mengesampingkan pemulihan dengan pendekatan kuratif dan rehabilitatif.
Kegiatan promotif dan preventif termasuk skrining, memberikan pengurangan nyeri, dan program untuk meningkatkan fleksibilitas, daya tahan, dan keselarasan postur dalam aktifitas sehari-hari. Selain upaya promotif dan preventif, fisioterapis juga memberikan layanan pemeriksaan, pengobatan, dan membantu individu dalam memulihkan kesehatan, mengurangi rasa sakit (kuratif dan rehabilitatif). Fisioterapis memainkan peran dalam masa akut, kronis, pencegahan, intervensi dini untuk muskuloskeletal yang berhubungan dengan pekerjaan cedera, mendesain ulang pekerjaan individu, serta rehabilitasi, dan diperlukan untuk memastikan layanan/intervensi diberikan secara komprehensif dan tepat berfokus pada individu, masyarakat dan lingkungan.
2. Pelayanan fisioterapi di rumah sakit umum
Pelayanan fisioterapi di rumah sakit umum sesuai dengan klasifikasinya memberikan pelayanan kesehatan kepada individu untuk semua jenis gangguan gerak dan fungsi tubuh secara paripurna melalui pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
3. Pelayanan fisioterapi di rumah sakit khusus
Pelayanan fisioterapi di rumah sakit khusus sesuai dengan klasifikasinya memberikan pelayanan kesehatan gangguan gerak dan fungsi tubuh tertentu sesuai dengan kekhususan pelayanan rumah sakit.
4. Pelayanan fisioterapi di praktik mandiri
Pelayanan fisioterapi di praktik mandiri memberikan pelayanan fisioterapi pada individu dan/atau kelompok berupa pengembangan, pemeliharaan, pemulihan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif sesuai dengan kompetensi fisioterapis.
B. Alur Pelayanan
Pelayanan fisioterapi berfokus pada pasien melalui alur yang dapat diakses secara langsung ataupun melalui rujukan tenaga kesehatan lain maupun sesama fisioterapis. Selain itu perlu adanya alur rujukan fisioterapi ke fasilitas pelayanan kesehatan/rumah sakit lain apabila pasien/klien menolak pelayanan fisioterapi dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan tersebut tidak memiliki kemampuan pelayanan fisioterapi yang diinginkan/dibutuhkan. Rujukan tersebut harus disertai dengan surat keterangan/catatan klinis fisioterapi yang ditandatangani oleh fisioterapis bersangkutan.
Setelah pelayanan fisioterapi selesai diberikan, fisioterapis merujuk kembali pasien/klien kepada tenaga kesehatan lain atau fisioterapis perujuk sebelumnya.
Alur pelayanan fisioterapi tertuang dalam standar prosedur operasional (SPO) yang ditetapkan oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan diimplementasikan dalam diagram alur yang mudah dilihat/diakses oleh pengguna dan/atau masyarakat.
1. Rawat Jalan
a) Pasien yang mengalami/berpotensi mengalami gangguan gerak dan fungsi tubuh dapat melakukan pendaftaran secara langsung, atau melalui rujukan dari tenaga medis di poliklinik pada fasilitas pelayanan kesehatan setempat/ Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP), atau dari praktik mandiri (dengan membawa surat rujukan fisioterapi).
Pelayanan fisioterapi di puskesmas dilakukan sesuai dengan alur pelayanan di puskesmas, berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b) Setelah pendaftaran, petugas mengarahkan pasien ke bagian pelayanan fisioterapi (sesuai dengan tingkat fasilitas pelayanan kesehatan) untuk mendapatkan proses fisioterapi yang dilakukan oleh fisioterapis.
Asesmen awal diperlukan untuk menemukan indikasi atau tidaknya program fisioterapi atau untuk mengarahkan kebutuhan fisioterapi yang tepat sesuai dengan kekhususannya. Contoh asesmen tercantum dalam Formulir 1 terlampir. Apabila tidak ditemukan indikasi, fisioterapis mengarahkan/merujuk pada tenaga kesehatan yang tepat/mengembalikan kepada perujuk secara tertulis. Apabila ditemukan indikasi awal maka selanjutnya dilakukan proses sesuai prosedur fisioterapi. Contoh surat rujukan tercantum dalam Formulir 2 dan 3 terlampir.
c) Setelah pasien menjalani rangkaian proses fisioterapi dan penyelesaian administrasinya, pasien dapat pulang atau kembali kepada dokter/dokter gigi/DPJP/pengirim sebelumnya disertai pengantar catatan klinis/resume dari fisioterapis yang bertanggung jawab (dapat disertai rekomendasi). Contoh catatan klinis/resume tercantum dalam Formulir 4 terlampir.
Gambar 1. Diagram Alur Pasien Rawat Jalan
2. Rawat Inap
a) DPJP membuat rujukan/permintaan secara tertulis kepada bagian fisioterapi/fisioterapis. Selanjutnya petugas ruangan menyampaikan informasi rujukan kepada fisioterapis bersangkutan/bagian pelayanan fisioterapi untuk diregistrasi dan ditindaklanjuti.
b) Selanjutnya fisioterapis dapat melakukan asesmen awal untuk menemukan indikasi. Apabila tidak ditemukan indikasi, fisioterapis secara tertulis menyampaikan kepada DPJP. Apabila ditemukan indikasi, maka dapat langsung dilakukan proses fisioterapi selanjutnya sesuai prosedur fisioterapi, termasuk menentukan tujuan/target, intervensi maupun episode pelayanan fisioterapinya, serta rencana evaluasinya. Dalam proses tersebut, secara berkala fisioterapis menyampaikan informasi perkembangan secara tertulis dalam rekam medik.
c) Setelah program fisioterapi selesai, fisioterapis merujuk kembali kepada Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) dengan disertai catatan klinis fisioterapi termasuk rekomendasi apabila diperlukan dengan mempertimbangkan keberlanjutan program fisioterapi pasien setelah selesai perawatan di rumah sakit.
d) Seluruh proses fisioterapi dicatat dalam rekam medik yang telah disediakan, termasuk administrasi keuangan.
Gambar 2. Diagram Alur Pasien Rawat Inap
C. Proses Pelayanan
Asuhan fisioterapi pada pasien merupakan proses siklus kontinyu dan bersifat dinamis yang dilakukan oleh fisioterapis yang memiliki kompetensi yang dibutuhkan, diintergrasikan dan dikoordinasikan dengan pelayanan lain yang terkait melalui rekam medik, sistem informasi dan sistem komunikasi yang efektif.
1. Assesmen pasien
Assesmen fisioterapi diarahkan pada diagnosis fisioterapi, terdiri dari pemeriksaan dan evaluasi yang sekurang-kurangnya memuat data anamnesa yang meliputi identitas umum, telaah sistemik, riwayat keluhan, dan pemeriksaan (uji dan pengukuran) impairment, activities limitation, pasticipation restrictions, termasuk pemeriksaan nyeri, resiko jatuh, pemeriksaan penunjang (jika diperlukan), serta evaluasi. Assesmen fisioterapi dilakukan oleh fisioterapis yang memiliki kewenangan berdasarkan hasil kredensial/penilaian kompetensi fisioterapis yang ditetapkan oleh pimpinan fisioterapi. Beberapa uji dan pengukuran dalam pemeriksaan fisioterapi:
a) Kapasitas aerobik dan ketahanan (aerobic capacity/endurance)
b) Karakteristik antropometri
c) Kesadaran, perhatian dan kognisi (arousal, attention, and
cognition)
d) Alat bantu dan alat adaptasi (assistive and adaptive devices)
e) Circulation (arterial, venous, lymphatic)
f) Integritas saraf kranial dan saraf tepi (cranial and peripheral nerve integrity)
g) Hambatan lingkungan, rumah, pekerjaan, sekolah dan rekreasi (environmental, home, and work barriers)
h) Ergonomi dan mekanika tubuh (ergonomics and body mechanics)
i) Berjalan, lokomosi dan keseimbangan (gait, locomotion, and balance)
j) Integritas integument (integumentary integrity)
k) Integritas dan mobilitas sendi (joint; integrity and mobility)
l) Motor function (motor control & motor learning)
m) Kinerja otot, antara lain strength, power, tension dan endurance
n) Perkembangan neuromotor dan integritas sensoris
o) Kebutuhan, penggunaan, keselamatan, alignmen, dan pengepasan peralatan ortotik, protektif dan suportif.
p) Nyeri
q) Postur
r) Kebutuhan prostetik
s) Lingkup gerak sendi (ROM), termasuk panjang otot
t) Integritas refleks
u) Pemeliharaan diri dan penatalaksanaan rumah tangga (termasuk ADL dan IADL).
v) Integritas sensoris
w) Ventilasi dan respirasi
x) Pekerjaan, sekolah, rekreasi dan kegiatan kemasyarakatan serta integrasi atau reintegrasi leisure (termasuk IADL).
Hasil assesmen dituliskan pada lembar rekam medik pasien/klien baik pada lembar rekam medik terintegrasi dan/atau pada lembar kajian khusus fisioterapi. Lembar assesmen pasien/klien fisioterapi tercantum dalam Formulir 1 terlampir.
2. Penegakan Diagnosis
Diagnosis fisioterapi adalah suatu pernyataan yang mengambarkan keadaan multi dimensi pasien/klien yang dihasilkan melalui analisis dan sintesis dari hasil pemeriksaan dan pertimbangan klinis fisioterapi, yang dapat menunjukkan adanya disfungsi gerak/potensi disfungsi gerak mencakup gangguan/kelemahan fungsi tubuh, struktur tubuh, keterbatasan aktifitas dan hambatan bermasyarakat. Diagnosis fisioterapi berupa adanya gangguan dan/atau potensi gangguan gerak dan fungsi tubuh, gangguan struktur dan fungsi, keterbatasan aktifitas fungsional dan hambatan partisipasi, kendala lingkungan dan faktor personal, berdasarkan International Classification of
Functioning, Disability and Health (
ICF) atau berkaitan dengan masalah kesehatan sebagaimana tertuang pada International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problem (ICD-10).
Diagnosis fisioterapi dituliskan pada lembar rekam medik pasien baik pada lembar rekam medik terintegrasi dan/atau pada lembar kajian khusus fisioterapi.
3. Perencanaan intervensi
Fisioterapis melakukan perencanaan intervensi fisioterapi berdasarkan hasil assesmen dan diagnosis fisioterapi, prognosis dan indikasi-kontra indikasi, setidaknya mengandung tujuan, rencana penggunaan modalitas intervensi, dan dosis, serta diinformasikan/dikomunikasikan kepada pasien/klien atau keluarganya. Intervensi berupa program latihan atau program lain yang spesifik, dibuat secara tertulis serta melibatkan pasien dan/atau keluarga sesuai dengan tingkat pemahamannya. Program perencanaan intervensi dituliskan pada lembar rekam medik pasien baik pada lembar rekam medik terintegrasi dan/atau pada lembar kajian khusus fisioterapi, dapat dievaluasi kembali jika diperlukan dengan melibatkan pasien/klien atau keluarganya
4. Intervensi
Intervensi fisioterapi berbasis bukti mengutamakan keselamatan pasien/klien, dilakukan berdasarkan program perencanaan intevensi dan dapat dimodifikasi setelah dilakukan evaluasi serta pertimbangan teknis dengan melalui persetujuan pasien/klien dan/atau keluarganya terlebih dahulu. Semua bentuk intervensi termasuk dan tidak terbatas pada teknologi fisioterapi dibuatkan kebijakan dalam bentuk prosedur baku yang ditandatangani dan disahkan oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan atau fisioterapis sendiri untuk praktik mandiri.
Intervensi khusus berupa manipulasi/massage mempertimbangkan hak dan kenyamanan pasien/klien dan keluarganya, dilakukan secara etik dengan fasilitas dan ruangan yang memadai. Ukuran keberhasilan intervensi fisioterapi memiliki bahasa yang sama sehingga memberikan dasar untuk membandingkan hasil yang berkaitan dengan pendekatan intervensi yang berbeda. Komponen ukuran keberhasilan intervensi berupa kemampuan fungsi termasuk fungsi tubuh dan struktur, aktivitas, dan partisipasi, mengacu pada diagnosis fisioterapi. Intervensi fisioterapi dicatat dalam formulir intervensi dan monitoring fisioterapi sebagaimana tercantum dalam Formulir 5 terlampir.
5. Evaluasi/Re-Evaluasi
Dilakukan oleh fisioterapis sesuai tujuan perencanaan intervensi, dapat berupa kesimpulan, termasuk dan tidak terbatas pada rencana penghentian program atau merujuk pada dokter/profesional lain terkait. Kewenangan melakukan evaluasi/re-evaluasi diberikan berdasarkan hasil kredensial fisioterapi yang ditetapkan oleh pimpinan fisioterapis.
6. Komunikasi dan Edukasi
Fisioterapi menjadikan komunikasi dan edukasi kepada pasien dan keluarganya, tenaga kesehatan lain terkait, serta masyarakat, sebagai bagian dari proses pelayanan fisioterapi berkualitas yang berfokus pada pasien. Fisioterapis memiliki dan menggunakan identitas resmi yang mudah dilihat dan dipahami oleh pasien dan/atau keluarganya serta para pemangku kepentingan sebagai bagian dari identitas profesi. Fisioterapis memperkenalkan diri dan memberikan informasi mengenai kondisi pasien/klien serta rencana tindakan/intervensi, termasuk komunikasi terapeutik pada pasien dan/atau keluarganya.
Bila ditemukan hal-hal di luar kompetensi, pengetahuan, pengalaman atau keahlian, fisioterapis merujuk pasien/klien kepada tenaga kesehatan lain yang tepat dengan disertai resume fisioterapi. Penyelenggaraan pelayanan fisioterapi di fasilitas pelayanan kesehatan, didukung media komunikasi dan edukasi agar proses pelayanan berlangsung sesuai dengan tujuan, termasuk media edukasi berupa leaflet/brosur yang diperlukan.
7. Dokumentasi
Penyelenggara pelayanan fisioterapi memperhatikan pentingnya dokumentasi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam pelayanan fisioterapi yang bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pelayanan fisioterapi didukung lembar rekam medik fisioterapi dan formulir lain yang diangggap perlu. Seluruh proses fisioterapi didokumentasikan pada lembar rekam medik pasien/klien baik pada lembar rekam medik terintegrasi dan/atau pada lembar kajian khusus fisioterapis, serta dapat diakses oleh profesional kesehatan lain terkait.
D. Prosedur Pelayanan
Secara umum, prosedur fisioterapi tertuang dalam Miscellaneous Diagnostic And Therapeutic Procedures, International Classification of Deseases 9th Revision Clinical Modification (ICD9-CM), dikelompokkan dalam kode 93 (Physical Therapy, Respiratory Therapy, Rehabilitation, And Related Procedures) sebagai berikut :
Ø 93.0 Diagnostic Physical Therapy
Ø 93.1 Physical Therapy Exercises
Ø 93.2 Other Physical Therapy Musculoskeletal Manipulation
Ø 93.3 Other Physical Therapy Therapeutic Procedures
Ø 93.4 Skeletal Traction And Other Traction
Ø 93.5 Other Immobilization, Pressure, And Attention To Wound
Ø 93.6 Osteopathic Manipulative Treatment
Ø 93.8 Other Rehabilitation Therapy
Ø 93.9 Respiratory Therapy
Prosedur secara lengkap ditunjukkan sebagaimana tebel berikut :
International Term ICD-9 CM (WHO 2001)
|
Terminologi Indonesia
ICD-9 CM (IFI 2015)
|
|||||||
CODE
|
KODE
|
|||||||
9.3 Physical Therapy, respiratory Therapy, rehabilitation and
Related Procedure
|
9.3 Prosedur Fisioterapi, terapi respirasi, rehabilitasi dan yang berkaitan
|
|||||||
93.0
|
Diagnostic Physical
Therapy
|
93.0 | Prosedur Diagnosis
Fisioterapi
|
|||||
93.01 |
Functional evaluation
|
93.01 |
Evaluasi Fungsional
|
|||||
International Term ICD-9 CM (WHO 2001)
|
Terminologi Indonesia
ICD-9 CM (IFI 2015)
|
|||||||
CODE
|
KODE
|
|||||||
93.02 |
Orthotic evaluation
|
93.02 |
Evaluasi Orthotik
|
|||||
93.03 |
Prosthetic evaluation
|
93.03 |
Evaluasi Prostetik
|
|||||
93.04 |
Manual testing and muscle Function
|
93.04 | Tes Kekuatan dan
fungsi otot
|
|||||
93.05 | Range of Motion
Testing
|
93.05 | Tes Lingkup Gerak
Sendi
|
|||||
93.06 |
Measurement of limb length
|
93.06 | Pengukuran Panjang
Anggota Gerak
|
|||||
93.07 |
Body measurement
|
93.07 |
Pengukuran
Komposisi Tubuh
|
|||||
93.08 |
Electromyography
|
93.08 |
Elektromiografi
|
|||||
93.09 | Other diagnostic physical therapy
procedure
|
93.09 | Prosedur diagnosis
fisioterapi lainnya
|
|||||
93.1
|
Physical Therapy Exercise
|
93.1 |
Fisioterapi Terapi latihan
|
|||||
93.11 |
Assisting exercise
|
93.11 | Terapi dengan
bantuan
|
|||||
93.12 |
Other active musculoskeletal exercise
|
93.12 |
Terapi latihan aktif musculoskeletal lainnya
|
|||||
93.13 |
Resistive Exercise
|
93.13 |
Terapi Latihan dengan beban
|
|||||
93.14 |
Training in joint movement
|
93.14 |
Terapi Latihan gerak sendi
|
|||||
93.15 |
Mobilization of spine
|
93.15 |
Mobilisasi Spinal
|
|||||
International Term ICD-9 CM (WHO 2001)
|
Terminologi Indonesia
ICD-9 CM (IFI 2015)
|
|||||||
CODE
|
KODE
|
|||||||
93.16 |
Mobilization of other
joint
|
93.16 | Mobilisasi sendi
lainnya
|
|||||
93.17 | Other passive
musculoskeletal exercise
|
93.17 |
Terapi latihan pasif musculoskeletal lainnya
|
|||||
93.14 |
Breathing exercise
|
93.14 |
Latihan pernafasan
|
|||||
93.19 |
Exercise not elsewhere classified
|
93.19 |
Exercise not elsewhere classified
|
|||||
93.2
|
Other physical therapy musculoskeletal manipulation
|
93.2 | Fisioterapi manipulasi musculoskeletal lainnya | |||||
93.21 | Manual and
mechanical traction
|
93.21 |
Traksi manual dan mekanik
|
|||||
93.22 | Ambulation and gait
training
|
93.22 | Terapi latihan
ambulasi dan berjalan |
|||||
93.23 |
Fitting of orthotic device
|
93.23 | Pengukuran dan pengepasan alat
bantu
|
|||||
93.24 | Training in use of prosthetic or orthotic
device
|
93.24 |
Terapi latihan pemakaian ortose dan protese
|
|||||
93.25 |
Force extention of limb
|
93.25 | Terapi latihan gerak paksa anggota gerak | |||||
93.26 |
Manual rupture of joint adhesion
|
93.26 | Terapi manual pada perlengketan sendi | |||||
93.27 |
Stretching of muscle or tendon
|
93.27 | Terapi peregangan
otot dan tendon
|
|||||
International Term ICD-9 CM (WHO 2001)
|
Terminologi Indonesia
ICD-9 CM (IFI 2015)
|
|||||||
CODE
|
KODE
|
|||||||
93.28 |
Stretching of fascia
|
93.28 | Terapi peregangan
fascia
|
|||||
93.29 |
Other forcible
correction of deformity
|
93.29 | Terapi koreksi
deformitas lain
|
|||||
93.3
|
Other physical therapy therapeutic procedure | 93.3 |
Prosedur Fisioterapi lainnya
|
|||||
93.31 |
Assissted exercise in pool
|
93.31 | Terapi latihan gerak dengan bantuan di
kolam air
|
|||||
93.32 |
Whirpool treatment
|
93.32 |
Terapi latihan di
whirpool
|
|||||
93.33 |
Other hydrotherapy
|
93.33 |
Terapi latihan di
kolam air lain
|
|||||
93.34 |
Diathermy
|
93.34 |
Diathermi
|
|||||
93.35 |
Other heat therapy :
Therapeutic ultrasound
Hot packs
Infra red irradiation
Moxibustion
Paraffin bath
|
93.35 |
Terapi panas lainnya:
Terapi Ultrasound
Kompres hangat
Penyinaran inframerah
Moxibustion
Terapi paraffin
|
|||||
93.35 |
Other heat therapy :
Therapeutic ultrasound
Hot packs
Infra red irradiation
Moxibustion
|
93.35 |
Terapi panas lainnya:
Terapi Ultrasound
Kompres hangat
Penyinaran inframerah
|
|||||
International Term ICD-9 CM (WHO 2001)
|
Terminologi Indonesia
ICD-9 CM (IFI 2015)
|
|||||||
CODE
|
KODE
|
|||||||
Paraffin bath
|
Moxibustion
Terapi paraffin
|
|||||||
93.36 |
Cardiac training
|
93.36 |
Terapi latihan untuk jantung
|
|||||
93.37 |
Prenatal training
|
93.37 | Terapi latihan
prenatal
|
|||||
93.38 | Combined physical therapy without
mention of component
|
93.38 |
Fisioterapi kombinasi lain
|
|||||
93.39 |
Other physical therapy
|
93.39 |
Fisioterapi lain
|
|||||
93.4
|
Skeletal Traction and Other traction
|
93.4 |
Traksi skeletal dan traksi lainnya
|
|||||
93.41 | Spinal traction using skull device | 93.41 | Traksi tulang belakang dengan
perlengkapan skul
|
|||||
93.42 |
Other spinal traction
|
93.42 | Traksi tulang
belakang lainnya
|
|||||
93.43 |
Intermittent skeletal traction
|
93.43 |
Traksi skeletal
intermittent
|
|||||
93.44 |
Other skeletal traction
|
93.44 |
Traksi skeletal lainnya
|
|||||
93.45 |
Thomas splint traction
|
93.45 | Thomas splint traction | |||||
93.46 |
Other skin traction of
Limb
|
93.46 |
Traksi anggota gerak lainnya
|
|||||
93.5
|
Other immobilization, pressure and attention to
wound
|
93.5 | Immobilisasi, penekanan dan perhatian pada luka | |||||
International Term ICD-9 CM (WHO 2001)
|
Terminologi Indonesia
ICD-9 CM (IFI 2015)
|
|||||||||
CODE
|
KODE
|
|||||||||
93.51 |
Application jacket
|
of plaster | 93.51 |
Aplikasi jaket plaster
|
||||||
93.52 |
Application support
|
of neck
|
93.52 |
Applikasi penyangga leher
|
||||||
93.53 |
Application cast
|
of other | 93.53 |
Aplikasi penyangga lainnya
|
||||||
93.54 |
Application of Splint
|
93.54 |
Aplikasi splint
|
|||||||
93.56 |
Application of pressure dressing
|
93.56 | Aplikasi pressure
dressing
|
|||||||
93.57 |
Application of other wound dressing
|
93.57 | Aplikasi wound
dressing
lainnya
|
|||||||
93.58 |
Application of pressure trousers
|
93.58 | Aplikasi pressure
trousers
|
|||||||
93.59 | Other immobilization, pressure and attention to wound | 93.59 | Immobilisasi, tekanan dan perhatian pada luka lainnya | |||||||
93.6
|
Osteopathic Manipulative
Treatment
|
93.6 |
Terapi manipulatif osteopati
|
|||||||
93.61 |
Osteopathic
Manipulative
Treatment for general mobilization
|
93.61 | Terapi manipulatif osteopati untuk
mobilisasi umum
|
|||||||
93.62 |
Osteopathic
Manipulative
Treatment using highvelocity, low amplitude forces
|
93.62 |
Terapi manipulatif osteopati dengan menggunakan tenaga velocity tinggi,amplitude rendah
|
|||||||
International Term ICD-9 CM (WHO 2001)
|
Terminologi Indonesia
ICD-9 CM (IFI 2015)
|
|||||||||
CODE
|
KODE
|
|||||||||
93.63 |
Osteopathic
Manipulative
Treatment using low -
velocity, high
amplitude forces
|
93.63 | Terapi manipulatif osteopati dengan menggunakan tenaga velocity rendah,
amplitude tinggi
|
|||||||
93.64 |
Osteopathic
Manipulative Treatment isotonic, forces
|
using isometric
|
93.64 | Terapi manipulatif osteopati dengan menggunakan tenaga isotonic, tenaga
isometric
|
||||||
93.65 |
Osteopathic
Manipulative Treatment indirect forces
|
using
|
93.65 | Terapi manipulatif osteopati dengan
tenaga langsung
|
||||||
93.66 |
Osteopathic
Manipulative
Treatment to move tissue fluids
Lymphatic pump
|
93.66 |
Terapi manipulative osteopati untuk menggerakkan cairan jaringan dan pompa lymphatic
|
|||||||
93.67 |
Other specified
Osteopathic
Manipulative treatment
|
93.67 | Terapi manipulasi
osteopathy lainnya
|
|||||||
93.7
|
Speec
Rehab Rehab
|
h and Reading ilitation and
ilitation of Blind
|
93.7 | Pemulihan kemampuan bicara, membaca dan
kebutaan
|
||||||
93.71 |
Dyslexia Training
|
93.71 |
Latihan pada dyslexia
|
|||||||
93.72 |
Dysphasia Training
|
93.72 | Latihan pada
Dysphasia
|
|||||||
International Term ICD-9 CM (WHO 2001)
|
Terminologi Indonesia
ICD-9 CM (IFI 2015)
|
|||||||
CODE
|
KODE
|
|||||||
93.73 | Esophageal speech
training
|
93.73 | Latihan berbicara
Esopageal
|
|||||
93.74 |
Speech defect training
|
93.74 |
Latihan Speech defect
|
|||||
93.75 | Other speech training and therapy | 93.75 |
Latihan dan terapi berbicara lainnya
|
|||||
93.8
|
Other rehabilitation therapy | 93.8 |
Terapi pemulihan lainnya
|
|||||
93.81 |
Recreation therapy
|
93.81 |
Terapi rekreasi
|
|||||
Play therapy
|
Terapi permainan
|
|||||||
93.82 |
Educational therapy
|
93.82 |
Terapi edukasi
|
|||||
93.83 |
Occupational therapy
|
93.83 |
Terapi Okupasi
|
|||||
93.84 |
Music therapy
|
93.84 |
Terapi music
|
|||||
93.85 |
Vocational rehabilitation
|
93.85 |
Pemulihan kemampuan bekerja
|
|||||
93.89 | Rehabilitation, not elsewhere classified | 93.89 | Pemulihan lainnya yang belum
terklasifikasikan
|
|||||
93.9
|
Respiratory Therapy
|
93.9 |
Terapi Respirasi
|
|||||
93.91 |
Intermittent Positive
Pressure Breathing
|
93.91 |
Intermittent Positive
Pressure Breathing
|
|||||
93.93 |
Nonmechanical
methods of
resuscitation
|
93.93 |
Metode resusitasi non mekanik
|
|||||
93.94 | Respiratory medication administered by
|
93.94 |
Pengobatan pernapasan melalui
|
|||||
International Term ICD-9 CM (WHO 2001)
|
Terminologi Indonesia
ICD-9 CM (IFI 2015)
|
|||||||
CODE
|
KODE
|
|||||||
nebulizer
|
nebuliser
|
|||||||
93.95 |
Hyperbaric oxygenation
|
93.95 |
Terapi hyperbaric
|
|||||
93.96 | Other oxygen
enrichment
|
93.96 | Terapi oksigen lainnya | |||||
93.97 |
Decompression
Chamber
|
93.97 |
Dekompresi chamber
|
|||||
93.98 | Other control atmospheric pressure and composition | 93.98 |
Terapi dengan kontrol tekanan dan komposisi atmosfir lainnya
|
|||||
93.99 | Other Respiratory
Procedure
Postural drainage
|
93.99 | Prosedur penanganan pernapasan lainnya Posisi pengasatan | |||||
97.14 |
Replacement of other device for musculoskeletal immobilization
Spinting
Strapping
|
97.14 |
Penggunaan alat bantu untuk immobilisasi musculoskeletal
Pembidaian
Pembalutan
|
|||||
99.27 |
Iontophoresis
|
99.27 |
Terapi iontophoresis
|
|||||
99.82 |
Ultraviolet light therapy
|
99.82 |
Terapi sinar ultraviolet
|
|||||
99.83 |
Other phototherapy
|
99.83 |
Phototherapy lainnya
|
|||||
99.93 |
Rectal Massage
|
99.93 |
Rectal Massage
|
|||||
99.94 |
Prostatic massage
|
99.94 |
Prostatic massage
|
|||||
Fisioterapis menghormati kebutuhan pasien/klien dan keluarga yang berkaitan dengan pelayanan fisioterapi yang dibutuhkan. Fisioterapis membangun kepercayaan dan komunikasi terbuka dengan pasien dan/atau keluarganya untuk memahami dan melindungi nilainilai budaya, psikososial serta nilai spiritual. Fisioterapis memahami kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan hak pasien dan keluarga, menghormati hak pasien dan keluarga untuk mendapatkan semua informasi yang berhubungan dengan pelayanan fisioterapi yang diberikan, termasuk informasi sumber-sumber pelayanan fisioterapi yang dapat diakses dengan mudah oleh pasien/klien jika membutuhkan pelayanan fisioterapi lanjutan.
Pasien/klien dan keluarga yang tepat atau mereka yang berhak mengambil keputusan diikutsertakan dalam keputusan pelayanan dan proses fisioterapi dan berhak menolak pemberian pelayanan/intervensi fisioterapi, atau meminta pelayanan fisioterapi di tempat lain/fasilitas pelayanan kesehatan lain, dan disediakan formulir persetujuan/penolakan (informed consent) yang sesuai. Contoh formulir persetujuan/penolakan (informed consent) tercantum dalam Formulir 6 terlampir.
BAB III
MANAJEMEN PELAYANAN
A. Organisasi
Pengorganisasian pelayanan fisioterapi dikelola secara struktural dan fungsional, diarahkan pada peningkatan mutu pelayanan berfokus pada pasien, dibuat kebijakan dalam bentuk standar prosedur operasional (SPO) dan petunjuk teknis. Secara fungsional diatur sebagai staf fungsional sesuai kebutuhan dan daya dukung yang ada, dibuat sejelas mungkin menggambarkan tugas dan fungsi serta pembagian kewenangan masing-masing personil dalam manajemen pelayanan fisioterapi dengan mempertimbangkan rencana pengembangan pelayanan kekhususan/unggulan. Secara struktural, penyelenggaraan pelayanan fisioterapi di rumah sakit dapat dikelola dibawah suatu komite dalam bentuk staf fungsional yang dapat berdiri sendiri atau tergabung dengan pelayanan kesehatan lain sejenis sesuai dengan kompleksitas/kebutuhan pelayanan yang sekurang-kurangnya terdiri dari unsur ketua, sekretaris, dan divisi-divisi. Divisi dibuat sesuai dengan kebutuhan pengembangan pelayanan kekhususan.
Ketua staf fungsional fisioterapi sekurang-kurangnya berpendidikan profesi dan memiliki kecakapan manajemen dalam memimpin dan mengarahkan anggotanya untuk meningkatkan mutu pelayanan dan mampu berkomunikasi baik internal maupun eksternal. Ketua staf fungsional fisioterapi bertanggungjawab langsung kepada pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan terkait upaya peningkatan mutu pelayanan dan keselamatan pasien, terlibat aktif dalam perencanaan pengembangan pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk perencanaan anggaran dan sistem biaya/tarif pelayanan.
B. Peningkatan Mutu Dan Keselamatan Pasien
Upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien dalam penyelenggaraan pelayanan fisioterapi harus dilakukan secara terus menerus dan berkala merujuk pada pengelolaan keseluruhan manajemen mutu rumah sakit/fasilitas pelayanan kesehatan.
Pimpinan/penanggungjawab pelayanan fisioterapi harus mendapatkan pendidikan/pelatihan terkait mutu dan keselamatan pasien yang difasilitasi oleh fasilitas pelayanan kesehatan dimana pelayanan fisioterapi terselenggara.
Mutu dan keselamatan pasien harus selalu tertanam dalam setiap kegiatan pelayanan fisioterapi, baik pada proses asuhan klinis maupun pada proses menajerial, yang dipahami seluruh staf/anggota.
Untuk menjamin pengawasan mutu pelayanan fisioterapi dan keselamatan pasien, dapat dibentuk suatu komite/sub komite pelayanan fisioterapi dibawah suatu wadah komite pelayanan, sekurang-kurangnya mengandung tiga aspek/indikator, yaitu kepuasan, kesalahan tindakan/intervensi, dan angka kejadian drop out pasien/klien fisioterapi.
1. Kepuasan Pelanggan
Judul
|
Kepuasan Pelanggan
|
Dimensi mutu
|
Kenyamanan
|
Tujuan
|
Tergambarnya persepsi pasien/keluarga terhadap mutu pelayanan fisioterapi |
Definisi operasional | Kepuasan pelanggan adalah pernyataan kepuasan oleh pelanggan terhadap
pelayanan fisioterapi
|
Frekuensi pengumpulan data
|
1 bulan
|
Periode analisis
|
3 bulan
|
Numerator
|
Jumlah kumulatif hasil penilaian kepuasan dari pelanggan fisioterapi yang disurvei (dalam persen) |
Denominator
|
Jumlah total pelanggan fisioterapi yang disurvei (n minial 50) |
Sumber data
|
Survei
|
Standar
|
≥ 80%
|
Penanggung jawab
|
Ketua komite mutu/tim mutu
|
Judul
|
adanya kejadian kesalahan
tindakan/intervensi fisioterapi
|
Dimensi mutu
|
Keselamatan dan kenyamanan
|
Tujuan
|
Tergambarnya kejadian kesalahan klinis dalam tindakan fisioterapi |
Definisi operasional | Kesalahan tindakan fisioterapi adalah memberikan/tidak memberikan tindakan fisioterapi yang diperlukan, yang tidak sesuai dengan standar/pedoman pelayanan fisioterapi. |
Frekuensi pengumpulan data
|
1 bulan
|
Periode analisis
|
3 bulan
|
Numerator
|
Jumlah pasien yang mengalami kesalahan tindakan fisioterapi dalam 1 bulan, dibagi jumlah seluruh pasien yang diprogram
fisioterapi dalam 1 bulan
|
Denominator
|
Jumlah seluruh pasien yang diprogram fisioterapi dalam 1 bulan |
Sumber data
|
Rekam medik
|
Standar
|
0 %
|
Penanggung jawab
|
Pimpinan pelayanan/ketua staf
fungsional fisioterapi
|
Judul
|
Kejadian drop out pasien fisioterapi
|
Dimensi mutu
|
Kesinambungan dan efektifitas pelayanan fisioterapi
|
Tujuan
|
Tergambarnya kesinambungan pelayanan fisioterapi sesuai yang direncanakan oleh fisioterapis |
Definisi operasional | Kejadian drop out pasien fisioterapi adalah pasien tidak bersedia meneruskan program fisioterapi yang telah direncanakan oleh fisioterapis. |
Frekuensi pengumpulan data
|
3 bulan
|
Periode analisis
|
6 bulan
|
Numerator
|
Jumlah seluruh pasien yang drop out dalam 3 bulan |
Denominator
|
Jumlah seluruh pasien yang di program fisioterapi dalam 3 bulan |
Sumber data
|
Rekam medik
|
Standar
|
< 50%
|
Penanggung jawab
|
Pimpinan pelayanan/ketua staf
fungsional fisioterapi
|
BAB IV
SUMBER DAYA
A. Sumber Daya Manusia
Fasilitas pelayanan kesehatan bertanggungjawab terhadap pemenuhan kebutuhan kulaifikasi fisioterapis yang sesuai, termasuk pada kebutuhan pendidikan dan pelatihan dalam rangka pengembangan profesionalisme serta pelayanan. Pemenuhan sumber daya manusia fisioterapis di fasilitas pelayanan kesehatan dilakukan berdasarkan analisis beban kerja dan/atau rasio pelayanan pasien/klien per hari kerja (1 fisioterapis : 8-10 pasien/klien per hari kerja) dengan mempertimbangkan kebutuhan kualifikasi fisioterapis yang sesuai.
1. Puskesmas
Puskesmas yang menyelenggarakan pelayanan fisioterapi paling sedikit harus memiliki 1 (satu) orang fisioterapis dengan kualifikasi profesi dan/atau fisioterapis kualifikasi minimal ahli madya yang memiliki kemampuan dalam berkomunikasi dengan masyarakat dan profesi lain dan memiliki kompetensi dalam upaya promotif dan preventif bidang fisioterapi.
2. Rumah Sakit Umum
Penyelenggaraan pelayanan fisioterapi di rumah sakit umum memerlukan fisioterapis kualifikasi profesi dan spesialis (kekhususan) sesuai dengan klasifikasinya. Sesuai dengan klasifikasinya, kebutuhan fisioterapis kualifikasi kekhususan sebagai berikut :
a) Rumah Sakit Umum Kelas A
Kebutuhan fisioterapis untuk rumah sakit umum kelas A paling sedikit memiliki fisioterapis dengan 4 (empat) jenis spesialis (kekhususan).
b) Rumah Sakit Umum Kelas B
Kebutuhan fisioterapis untuk rumah sakit umum kelas B paling sedikit memiliki fisioterapis dengan 3 (tiga) jenis spesialis (kekhususan).
c) Rumah Sakit Umum Kelas C
Kebutuhan fisioterapis untuk rumah sakit umum kelas C paling sedikit memiliki fisioterapis dengan 2 (dua) jenis spesialis (kekhususan).
d) Rumah Sakit Umum Kelas D
Kebutuhan fisioterapis untuk rumah sakit umum kelas D paling sedikit memiliki fisioterapis dengan 1 (satu) jenis spesialis (kekhususan).
3. Rumah Sakit Khusus
Penyelenggaraan pelayanan fisioterapi di rumah sakit khusus, sesuai dengan kualifikasi dan kekhususan pelayanannya memiliki fisioterapis dengan kualifikasi spesialis sesuai kekhususan pelayanan sebagai berikut:
a) Rumah Sakit Khusus Kelas A
Kebutuhan fisioterapis untuk rumah sakit khusus kelas A paling sedikit memiliki 3 (tiga) fisioterapis dengan kualifikasi spesialis sesuai kekhususan pelayanan.
b) Rumah Sakit Khusus Kelas B
Kebutuhan fisioterapis untuk rumah sakit khusus kelas B paling sedikit memiliki 2 (dua) fisioterapis dengan kualifikasi spesialis sesuai kekhususan pelayanan.
c) Rumah Sakit Khusus Kelas C
Kebutuhan fisioterapis untuk rumah sakit khusus kelas C paling sedikit memiliki 1 (satu) fisioterapis dengan kualifikasi spesialis sesuai kekhususan pelayanan.
B. Sarana, Prasarana, dan Peralatan
1. Sarana
Fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan fisioterapi seyogyanya menyediakan sarana memadai dan memenuhi aspek kemudahan dan keselamatan (safety) pengguna/masyarakat agar pelayanan fisioterapi berjalan secara aman, dan optimal. Lokasi gedung/bangunan tempat penyelenggaraan pelayanan/poli fisioterapi rawat jalan, terletak dekat dengan loket pendaftaran, memperhatikan kemudahan akses untuk mencapai lokasi bagi pasien rawat jalan maupun rawat inap, dengan petunjuk arah yang mudah terlihat/dipahami. Gedung/ruang pelayanan fisioterapi rawat jalan harus didesain memenuhi prinsip-prinsip keselamatan dan kemudahan akses bagi difabel/penyandang disabilitas serta kemudahan akses bagi pasien rawat inap yang akan dilakukan intervensi di bagian fisioterapi rawat jalan.
Sarana penyelenggaraan pelayanan fisioterapi di Puskesmas dan praktik mandiri disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan dan daya dukung institusi terkait.
Sarana penyelenggaraan pelayanan fisioterapi di rumah sakit sebagai berikut:
Sarana |
Rumah Sakit
Kelas D
|
Rumah Sakit
Kelas C
|
Rumah Sakit
Kelas B
|
Rumah Sakit
Kelas A
|
1. Ruang Tunggu
2. Ruangan Pendaftaran/ Ruangan administrasi dan penyimpanan rekam medik 3. Ruangan
Pemeriksaan
4. Ruangan tindakan individu
5. Ruangan Pertemuan
Staf/
Ruangan
Ganti
Pakaian Staf/
Ruangan
Istirahat Staf
6. Toilet
|
1. Ruangan Tunggu
2. Ruangan Pendaftaran/ Ruangan administrasi dan penyimpanan rekam medik 3. Ruangan
Pemeriksaan
4. Ruangan Tindakan individu
5. Ruangan
Gimnasium
6. Ruangan
Alat-alat
Elektronik
7. Ruangan pertemuan
Staf
8. Ruangan Ganti Pakaian
Staf/
|
1. Ruangan Tunggu
2. Ruangan
Pendaftaran
3. Ruangan
Administrasi dan penyimpanan rekam medik 4. Ruangan
Pemeriksaan
5. Ruangan Tindakan individu:
- Ruangan
Neuromuskular
- Ruangan
Kardiopulmonal
- Ruangan
Muskuloskeletal
- Ruangan
Integument
- Ruangan
Pediatri
- Ruangan
Manual Terapi
|
1. Ruangan Tunggu
2. Ruangan
Pendaftaran
3. Ruangan
Administrasi dan penyimpanan rekam medik 4. Ruangan
Pemeriksaan
5. Ruangan
Tindakan
Individu khusus:
- Neuromuskular
- Kardiopulmonal
- Muskuloskeletal
- Integument
- Pediatri
- Manual terapi
6. Ruangan Tindakan kelompok 7. Ruangan
Gimnasium
8. Ruangan Hidroterapi
|
|
Rumah Sakit
Kelas D
|
Rumah Sakit
Kelas C
|
Rumah Sakit
Kelas B
|
Rumah Sakit
Kelas A
|
|
Ruangan
Istirahat Staf
9. Toilet
10. Dapur
|
6. Ruangan
Gimnasium
7. Ruangan
Hidroterapi
8. Ruangan Alatalat Elektronik 9. Ruangan
Pertemuan Staf
10. Ruangan Ganti Pakaian Staf
11. Ruangan Istirahat Staf
12. Toilet
13. dapur
14. Gudang
|
9. Ruangan Alatalat Elektronik
10. Ruangan
Pertemuan Staf
11. Ruangan Ganti
Pakaian Staf
12. Ruangan
Istirahat Staf
13. Toilet
14. dapur
15. Gudang
|
2. Prasarana
Penyelenggaraan pelayanan fisioterapi didukung pengelolaan administrasi dengan kelengkapan prasarana administrasi manual dan elektronik (komputer) dengan jumlah dan kualitas yang memadai. Tersedia formulir rekam medik fisioterapi yang dibutuhkan, termasuk dan tidak terbatas pada formulir-formulir uji dan pengukuran.
Fasilitas pelayanan kesehatan menyediakan media informasi yang cukup, baik cetak dan/atau elektronik untuk menunjang kebutuhan pelayanan fisioterapi maupun sebagai upaya meningkatkan kualitas/kompetensi sumber daya manusia.
Penyelenggaraan pelayanan fisioterapi harus didukung daya listrik yang sesuai kebutuhan dan peralatan yang dipergunakan, dan harus menggunakan stabilisator untuk menjamin kestabilan tegangan dan keamanan peralatan elektroterapeutis yang digunakan.
3. Peralatan
Setiap penyelenggaraan pelayanan fisioterapi di fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau praktik mandiri harus didukung peralatan yang memenuhi 2 (dua) jenis peralatan yaitu peralatan pemeriksaan uji/pengukuran, dan jenis peralatan itervensi dalam jumlah yang cukup.
Peralatan intervensi elektroterapeutis dan peralatan lain yang perlu diuji dan kalibrasi harus dilakukan uji fungsi dan kalibrasi secara berkala oleh pihak terkait/yang berwenang, serta dibuatkan prosedur penghapusan (recall) sehingga tidak mengganggu pelayanan.
Peralatan yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan pelayanan fisioterapi di Puskesmas paling sedikit terdiri atas:
a) Stetoskop
b) Tensimeter
c) Meteran gulung
d) goniometer
e) Plumb Line
f) Alat pengukur waktu
g) Cermin
h) Projector
i) Laptop
j) Infra red radiation
Peralatan yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan pelayanan fisioterapi di praktik mandiri paling sedikit memiliki peralatan pemeriksaan/uji dan pengukuran,
serta peralatan intervensi sesuai kompetensi fisioterapis.
Peralatan yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan pelayanan fisioterapi di rumah sakit sesuai klasifikasi rumah sakit, sebagai berikut:
Peralatan
|
Rumah Sakit
Kelas D
|
Rumah Sakit
Kelas C
|
Rumah Sakit
Kelas B
|
Rumah Sakit
Kelas A
|
Peralatan
Pemeriksaan,
Uji dan
Pengukuran
|
1. Stetoskop
2. Tensimeter
3. Spirometer
4. Stop watch
5. Meteran gulung
6. Goniometer
7. Static cycle
8. Timbangan
9. Skin fold
Caliper
10. Senter
11. Reflex
Hammer
set
12. Cermin sikap
13. Torniquet
14. Tabung reaksi thermografi
15. Penggaris
16. Plumb line
17. Needle test
18. Radder test
19. Waterpass
20. Ruler
flexible
21. Peak flow meter
22. Neon Box
|
1. Stetoskop
2. Tensimeter
3. Spirometer
4. Stop watch
5. Meteran gulung
6. Goniometer
7. Chest deep
caliper
8. Static cycle
9. Pulse rate otomat
10. Timbangan
11. Skin fold
12. Senter
13. Reflex
Hammer set
14. Cermin sikap
15. Torniquet
16. Video
17. Tabung
reaksi thermografi
18. Kamera
digital
19. Penggaris
20. Peg board
21. Plumb line
22. Inclinometer
23. Tangga/ trap
24. Triger point test apparatus
25. Needle test
26. Ruddar test
27. Grid
|
1. Stetoskop
2. Tensimeter
3. Spirometer
4. Stop watch
5. Meteran gulung
6. Goniometer
7. Chest deep
caliper
8. Static cycle
9. Treadmill test
10. Pulse rate otomat
11. Timbangan
12. Skin fold
13. Antropometer
14. Senter
15. Reflex
Hammer set
16. Scoliometer
17. Biofeedback
18. Cermin sikap
19. Torniquet
20. Strength duration curve
21. EMG
22. Video
23. Tabung reaksi thermografi
24. Kamera digital
25. Kontour kit
26. Penggaris
27. Compression
test
28. Peg board
29. Postural
Screen
|
1. Stetoskop
2. Tensimeter
3. Spirometer
4. Stop watch
5. Meteran gulung
6. Goniometer
7. Chest deep
caliper
8. Static cycle
9. Treadmill test
10. Pulse rate otomat
11. Timbangan
12. Skin fold
13. Antropometer
14. Senter
15. Reflex
Hammer set
16. Scoliometer
17. Biofeedback
18. Cermin sikap
19. Torniquet
20. Strength duration curve
21. ENG
22. EMG
23. Gait analyzer
24. Video
25. Tabung reaksi thermografi
26. Kamera digital
27. Kontour kit
28. Penggaris
29. Compression
test
30. Peg board
|
Peralatan
|
Rumah Sakit
Kelas D
|
Rumah Sakit
Kelas C
|
Rumah Sakit
Kelas B
|
Rumah Sakit
Kelas A
|
28. Angiometer
29. Inclinometer
30. Ruler flexible
31. Peak flow meter
32. Pulse oxymetry
33. Neon Box
|
30. Biotrainer
31. Plumb line
32. Waterpass
33. Tangga/ trap
34. Triger point test apparatus
35. Needle test
36. Ruddar test
37. Grid
38. Angiometer
39. Inclinometer
40. Ruler flexible
41. Peak flow meter
42. Pulse oxymetry
43. Neon Box
|
31. Postural Screen
32. Biotrainer
33. Plumb line
34. Waterpass
35. Tangga/ trap
36. Triger point test apparatus
37. Needle test
38. Ruddar test
39. Grid
40. Angiometer
41. Inclinometer
42. Ruler flexible
43. Peak flow meter Pulse
44. Pulse oxymetry
45. Neon Box
|
||
Peralatan
Intervensi
|
1. Tripod
2. Tongkat/ cane
3. Tongkat ketiak (kruk)
4. Fore arm crutch (canadian kruk)
5. Kursi roda
6. Walker Dewasa & anak
7. Pulley
8. Quadriceps
Board
9. Finger Ladder
|
1. Tripod
2. Tongkat/cane
3. Tongkat ketiak (kruk)
4. Fore arm crutch (canadian kruk)
5. Kursi roda
6. Walker Dewasa & anak
7. Pulley
8. Quadriceps
Board
9. Quadriceps
Bench
|
1. Tripod
2. Tongkat/cane
3. Kursi roda
4. Pulley
5. Quadriceps
Board
6. Quadriceps
Bench
7. Pedal
Restorator
8. Clinical Rowling
Machine
9. Calibrated
Shoulder wheel
10. Wall Bar
|
1. Tripod
2. Tongkat/cane
3. Kursi roda
4. Pulley
5. Quadriceps
Board
6. Quadriceps
Bench
7. Pedal
Restorator
8. Clinical Rowling
Machine
9. Calibrated
Shoulder wheel
10. Wall Bar
|
Peralatan
|
Rumah Sakit
Kelas D
|
Rumah Sakit
Kelas C
|
Rumah Sakit
Kelas B
|
Rumah Sakit
Kelas A
|
10. Springpull
Exerciser
(pegas)
11. Hand grip Exerciser
12. Papan Licin
13. Matras
14. Strap/
Sabuk
15. Splint
16. Sand bag set
17. Dumble set
18. Hand sling set
19. Stool
20. Bed terapy
21. Tool kit
22. Nebulizer 23. Oksigen Portable
24. Infra merah 25. Microwave
Diathermy
|
10. Pedal
Restorator
11. Clinical
Rowing
Machine
12. Shoulder wheel
13. Wall Bar
14. Finger Ladder
15. Springpull Exerciser
(pegas)
16. Legskate
17. Hand grip Exerciser
18. Papan Licin
19. Matras
20. Strap/Sabuk
21. Fisio ball
22. Tilting table
23. Splint
24. Vibrator
25. Paralel bar
26. Sand bag set
27. Dumble set
28. Hand sling set
29. Back slap/
Splint
30. Cermin sikap
31. Stool
32. Bed terapy
33. Tool kit
34. Suction portable
35. Nebulizer
|
11. Axial Resistance
Exercise
12. Finger Ladder
13. Handwrist &
Forearm Table
14. Mekano Terapi Unit (MTU)
15. Springpull
Exerciser
(pegas)
16. Legskate
17. Hand grip
Exerciser
18. Papan Licin
19. Matras
20. Strap/Sabuk
21. Fisio ball
22. Walker Dewasa & anak
23. Tongkat ketiak
(kruk)
24. Fore arm crutch (canadian kruk)
25. IPPB
(ventilator)
26. Tilting table
27. Unit turning frame
28. Bed manual therapy
29. Splint
30. Vibrator
31. CPM Upper
Extremity
|
11. Axial Resistance
Exercise
12. Finger Ladder
13. Handwrist &
Forearm Table
14. Mekano Terapi Unit (MTU)
15. Springpull
Exerciser
(pegas)
16. Legskate
17. Hand grip
Exerciser
18. Papan Licin
19. Matras
20. Strap/Sabuk
21. Fisio ball
22. Walker Dewasa & anak
23. Tongkat ketiak
(kruk)
24. Fore arm crutch
(canadian kruk)
25. IPPB
(ventilator)
26. Tilting table
27. Unit turning frame
28. Bed manual therapy
29. Splint
30. Vibrator
31. CPM lutut set
32. CPM shoulder
33. CPM elbow
|
|
Peralatan
|
Rumah Sakit
Kelas D
|
Rumah Sakit
Kelas C
|
Rumah Sakit
Kelas B
|
Rumah Sakit
Kelas A
|
36. Oksigen Portable
37. Low & Middle Freq. Current
Therapy Unit
38. Infra merah
39. Ultrasonic
Therapy
40. Shortwave/
Microwave
Diathermy
41. Cervical/ Lumbar
Traction
|
32. CPM Lower Extremity
33. Paralel bar dewasa
34. Paralel bar anak
35. Suspension walker
36. Sand bag set
37. Dumble set
38. Hand sling set
39. Grip exerciser
40. Exerciser board
41. Adjustable splint (back slab)
42. Adjustable knee brace
43. Dorsiflextion foot brace
44. Finger extension splint
45. Cock up splint
46. Therapy pressure splint
47. Alat musik terapi unit
48. Perlengkapan rekreasi
49. Balance exerciser
50. Cybex
51. Entrée
52. Canavel table
53. Puzzle
54. Cermin sikap
|
34. CPM wrist
35. CPM ankle
36. Paralel bar dewasa
37. Paralel bar anak
38. Suspension walker
39. Sand bag set
40. Dumble set
41. Hand sling set
42. Grip exerciser
43. Exerciser board
44. Adjustable splint (back slab)
45. Adjustable knee brace
46. Dorsiflextion foot brace
47. Finger extension splint
48. Cock up splint
49. Therapy pressure splint
50. Alat musik terapi unit
51. Perlengkapan rekreasi
52. Balance exerciser
53. Cybex
54. Entrée
55. Canavel table
56. Cyrcle unit exercisers
57. Puzzle
|
||
Peralatan
|
Rumah Sakit
Kelas D
|
Rumah Sakit
Kelas C
|
Rumah Sakit
Kelas B
|
Rumah Sakit
Kelas A
|
55. Stool
56. Bed terapy
57. Bobath table
58. Tool kit
59. Meja kerja
60. Multi tester
61. Suction portable
62. PD
Table/wadge matrass
63. Nebulizer
64. Oksigen Portable
65. Low & Middle Freq. Therapy
Unit
66. Magneto therapy
67. Cold Packs
68. Cryo Therapy
69. Hubard Tank
70. Whirl-pool
71. Ultra violet
72. Laser
73. Infra merah
74. Ultrasonic Therapy
75. Shortwave Diathermy
76. Microwave
Diathermy
77. Hot packs
78. Parafin bath
79. Cervical/ Lumbal
Traction
|
58. Cermin sikap
59. Stool
60. Bed terapy
61. Bobath table
62. Tool kit
63. Meja kerja
64. Multi tester
65. Suction portable
66. PD
Table/wadge matrass
67. Nebulizer
68. Oksigen Portable
69. Dyadinamic
70. Galvanic
71. Faradic
72. Interferential
73. TENS
74. Magneto therapy
75. Cold Packs
76. Cryo Therapy
77. Hubard Tank
78. Whirl-pool
79. Pool therapy
80. Contras bath
81. Jet Douce
82. Ultra violet
83. Laser
84. Infra merah
85. Ultrasonic
Therapy
86. Shortwave Diathermy
|
|||
Peralatan
|
Rumah Sakit
Kelas D
|
Rumah Sakit
Kelas C
|
Rumah Sakit
Kelas B
|
Rumah Sakit
Kelas A
|
87. Microwave
Diathermy
88. Hot packs
89. Paraffin bath
90. Cervical Traction 91. Lumbal Traction
|
BAB V
PENUTUP
Standar pelayanan fisioterapi disusun agar terselenggara pelayanan fisioterapi yang bermutu, terukur, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga dapat
memberikan kontribusi untuk terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal berorientasi kepada keselamatan pasien/klien dan kepuasan masyarakat.
Oleh karena itu, penerapan standar pelayanan fisioterapi pada fasilitas pelayanan kesehatan ini menjadi bagian penting dari upaya peningkatan mutu
pelayanan kesehatan secara keseluruhan, dan akan dilakukan bimbingan, monitoring dan evaluasi secara berkala dan berkesinambungan.
Dengan tersusunnya standar pelayanan fisioterapi diharapkan dapat memberikan pelayanan fisioterapi yang bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan, memperjelas tugas dan fungsi fisioterapis sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya, serta diperolehnya kesamaan persepsi dan interpretasi dalam menjalankan tugas, fungsi, tanggung jawab serta hak dan kewajiban tiap individu di setiap pelayanan kesehatan khususnya pelayanan fisioterapi.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
NILA FARID MOELOEK
0 komentar:
Posting Komentar