We Keep You Moving

  • Slide 1

    This theme is Bloggerized by Wisda Novalanda

  • Slide 2

    This theme is Bloggerized by Wisda Novalanda

  • Slide 3

    This theme is Bloggerized by Wisda Novalanda

  • Slide 4

    This theme is Bloggerized by Wisda Novalanda

  • Slide 5

    This theme is Bloggerized by Wisda Novalanda

Kamis, 14 April 2016

Makalah Patologi Umum Trauma




Makalah Patologi Umum
“Trauma”
Disusun oleh:
Wisda Novalanda 1503108
AKADEMI FISIOTERAPI WIDYA HUSADA SEMARANG
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselesainya makalah tentang trauma. Makalah ini berisi materi tentang definisi trauma, proses penyakit trauma dalam tubuh, respon tubuh terhadap trauma, respon imun terhadap trauma,manisfestasi tubuh terhadap trauma, komplikasi penyakit trauma, dan tetanus. Makalah ini, bertujuan untuk memberi pengetahuan yang mendetail tentang trauma. Makalah ini sangat berguna dalam memudahkan mahasiswa atau mahasiswi untuk lebih memahami tentang materi yang akan dipelajari.
Akhir kata, tiada gading yang tak retak. Demikian dengan penyusunan makalah ini, kami sadar penyusunan makalah ini sangat lah kurang dari kata sempurna untuk itu kami mohon atas saran dan kritik yang membangun tetap kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Semarang, 6 April 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................................................................... 3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................. 4
1.3 Tujuan ............................................................................................................. 5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Penyakit Trauma ................................................................................................................... 6
2.2 Proses Penyakit Trauma dalam Tubuh ................................................................................................................... 6
2.3Respon Tubuh Terhadap Trauma ................................................................................................................... 8
2.4Respon Imun Tubuh Terhadap Trauma ................................................................................................................... 9
2.5Manifestasi Tubuh Terhadap Trauma ................................................................................................................... 9
2.6 Komplikasi Penyakit Trauma ................................................................................................................. 10
2.7 Tetanus ................................................................................................................. 12
2.7.1 Pengertian Tetanus ................................................................................................................. 12
2.7.2 Tabel Tingkat dan Gejala Tetanus ................................................................................................................. 13
2.7.3 Cara dan Sumber Penularan Penyakit Tetanus ................................................................................................................. 14
2.7.4 Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Tetanus ................................................................................................................. 14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trauma merupakan suatu kondisi dimana tubuh manusia akan mengalami kerusakan yang akan diakibatkan oleh gaya dari luar tubuh. Pada keadaan normal bila tubuh menghadapi trauma akan timbul mekanisme pertahanan melalui tiga mekanisme yaitu respons kardiovaskular, respons imunologi, dan respons metabolik. Ketiga mekanisme ini bekerja secara stimulan untuk menjaga homeostasis tubuh sehingga bila stres ini dapat dilewati maka pasien akan dapat bertahan hidup.
Pada pasien sakit kritis yang ditandai dengan fungsi organ yang labil atau organ mudah mengalami perubahan yang akan mempengaruhi fungsi organ lain sehingga timbul sindrom gangguan organ multipel yang bisa menjadi gagal organ multipel dengan mortalitas yang sangat tinggi. Pada pasien ini respons terhadap obat ataupun peralatan sulit diduga dan berbeda untuk tiap individu serta tergantung respons pasien dan perjalanan penyakit. Oleh karena itu, prinsip penanganan pasien sakit kritis di unit perawatan intensif dikenal istilah terapi berdasarkan respons dan titrasi. Tinjauan pustaka iniakan membahas tentang respon metabolik tubuh terhadap trauma secara lebih mendalam.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi penyakit trauma?
2. Bagaimana proses penyakit trauma dalam tubuh?
3. Bagaimana respon tubuh terhadap penyakit trauma?
4. Bagaimana respon imun terhadap trauma?
5. Bagaimana manisfestasi tubuh terhadap penyakit trauma?
6. Apa saja komplikasi penyakit trauma?
7. Apa yang dimaksud dengan tetanus?
1.3 Tujuan
1. Menambah pengetahuan tentang penyakit trauma.
2. Menambah pengetahuan tentang macam-macam penyakit trauma serta bagaimana prosesnya.
3. Untuk mengetahui respon imun, respon sel serta komplikasi terhadap trauma.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Penyakit Trauma
Trauma berasal dari bahasa Yunani yang berarti luka. Kata tersebut digunakan untuk menggambarkan situasi akibat peristiwa yang dialami seseorang. Para Psikolog menyatakan trauma dalam istilah psikologi berarti suatu benturan atau suatu kejadian yang dialami seseorang dan meninggalkan bekas. Biasanya bersifat negative, dalam istilah psikologi disebut post-traumatic syndrome disorder.
Ada tiga ciri khas trauma yaitu :
1. Adanya luka.
  1. Pendarahan atau skar.
  2. Hambatan dalam fungsi organ.
2.2 Proses Penyakit Trauma dalam Tubuh
Transmisi energi pada trauma dapat menyebabkan kerusakan tulang, pembuluh darah dan organ termasuk fraktur, laserasi, kontusi, dan gangguan pada semua sistem organ,sehingga tubuh melakukan kompensasi akibat ada trauma bila kompensasi tubuh tersebut berlanjut tanpa dilakukan penanganan akan mengakibatkan kematian seseorang.
1. Trauma mekanik
a. Trauma tumpul,akibat luka :
v Luka memar → diskontinuitas pembuluh darah dan jaringan di bawah kulit tanpa rusaknya jaringan kulit.
v Teraba menonjol → pengumpulan darah dijaringan pembuluh darah rusak.
v Bentuk luka → menyerupai benda yang mengenai.
v Luka lecet → terjadi pada epidermis – gesekan dengan benda yang permukaannya kasar.
v Luka lecet tekan : arah kekerasan tegak lurus pada permukaan tubuh, epidermis yang tertekan melesak kedalam.
v Luka lecet geser → arah kekerasan miring membentuk sudut, epidermis terdorong dan terkumpul pada tempat akhir gerak benda tersebut.
v Luka lecet regang → diskontinuitas epidermis akibat peregangan yang letaknya sesuai dengan garis kulit.
v Luka robek → terjadi pada epidermis jaringan dibawahnya akibat kekerasan yang mengenainya melebihi elastisitas kulit jaringan.
b. Trauma tajam, akibat luka :
v Luka iris → dalam luka lebih kecil dari pada panjang irisan luka.
v Luka tusuk → dalam luka lebih besar atau lebih dalam dari pada panjang luka.
v Luka bacok → dalam luka kurang lebih sama dengan panjang luka.
c. Senjata api
v Kulit disekitar luka terbakar atau hitam karena asap.
v Rambut disekitar luka hangus.
v Pakaian yang menutupi luka hangus terbakar.
v Warna hitam dan kelim tato lebih luar disekitar luka.
2. Trauma fisika
a. Suhu panas (luka bakar)
v Eritem dengan ciri – ciri epidermis intak, kemereahan, sembuh tanpa meninggalkan sikatriks.
v Vesikel, bulla dan bleps dengan albumin atau NaCl tinggi.
v Necrosis coagulativa dengan ciri- ciri warna coklat gelap hitam dan sembuh dengan meninggalkan sikatriks (litteken).
v Karbonisasi (sudah menjadi arang).
b. Trauma dingin (hipotermia dan frostbiteHipotermia)
v Kulit pucat akibat vasokonstriksi kemerahan akibat vasodilatasi karena paralisis vasomotor center.
v Kulit berubah menjadi merah kehitaman, membengkak (skin blister), gatal dan nyeri. Kemudian timbul gangren superfisial yang irreversibel.
3. Trauma kimia
a. Asam kuat → mengkoagulasikan protein → luka korosif yang kering, kertas seperti kertas permanen.
b. Basa kuat → membentuk reaksi penyabunan → luka basah, licin → kerusakan sampai kedalam.
2.3 Respon Tubuh Terhadap Trauma
Respon tubuh terhadap trauma atau cedera adalah terjadinya reaksi endokrin berupa mobilisasi hormone-hormon katabolic dan terjadinya reaksi imunologik yang secara umum disebut respon stress atau respon cedera. Respon cedera yang tampak nyata secara klinik dapat diklasifikasikan menjadi enam hal, yaitu inflamasi, hiperalgesia, hiperglikemia, katabolisme protein, peningkatan kadar asam lemak bebas (lipolisis) dan perubahan air dan elektrolit yang terus-menerus. Diantaranya:
1. Aktivasi sistem saraf simpatik menyebabkan peningkatantekanan artera dan vena, bronkhodilatasi, takikardia,takipneu,capillary shunting ,dan diaforesis.
2. Peningkatan heart rate Cardiac output sebanding dengan stroke volume dikalikan heart rate. Jika stroke volume menurun, heart rate meningkat.
3. Peningkatan frekuensi napas. Saat inspirasi, tekanan intrathoracik negatif. Aksi pompa thorak ini membawa darah ke dada dan pre-loads ventrikel kanan untuk menjaga cardiac output.
4. Menurunnya urin output. Hormon anti-diuretik dan aldosteron dieksresikan untuk menjaga cairan vaskular. Penurunan angka filtrasi glomerulus menyebabkan respon ini.
5. Berkurangnya tekanan nadi menunjukkan turunnya cardiac output (sistolik) dan peningkatan vasokonstriksi (diastolik). Tekanan nadi normal adalah 35-40 mmHg
6. Capillary shunting dan pengisian trans kapiler dapat menyebabkan dingin, kulit pucat dan mulut kering. Capillary refill mungkin melambat.
7. Perubahan status mental dan kesadaran disebabkan oleh perfusi ke otak yang menurun atau mungkin secara langsung disebabkan oleh trauma kepala.

2.4 Respon Imun Tubuh Terhadap Trauma
Bagaimanapun masih ada perbedaan gender dalam hal respons imun dan hasil akhir perjalanan klinis pemberian immunonutrition, khususnya pada pasien yang mendapat trauma. Respon metabolik terhadap stres, trauma dan sepsis berhubungan erat dengan perubahan imunologis dalam tubuh. Konsekuensi hal ini adalah dibutuhkannya dukungan nutrisi untuk memperbaiki mekanisme pertahanan tubuh dan menurunkan morbiditas. Namun hanya sedikit pengaruh dukungan nutrisi tradisional pada fungsi imun. Sistem imun juga dipengaruhi oleh lipid dalam diet yang merupakan prekursor eikosanoid, prostaglandin dan leukotrin, sementara sintesis eikosanoid dimodifikasi oleh golongan antioksidan seperti vitamin E dan vitamin C, mineral Se dan Cu. Defisiensi Zn juga berhubungan dengan kegagalan fungsi sel-T.
Pada hewan percobaan yang diberikan Zn dalam jumlah sub-optimal memperlihatkan atrofia dari timus, penurunan jumlah lekosit dalam mediator antibodi dan respons hipersensitivitas tipe lambat. Tindakan hiperalimentasi sendiri gagal mengantisipasi berkurangnya massa otot serta imbangan nitrogen negatip selama kondisi kritis disebabkan perbedaan respons metabolik terhadap starvasi, stres, trauma dan sepsis. Aktivitas regional seperti alur nutrien, pemecahan molekul besar menjadi lebih kecil untuk memudahkan penyerapan, absorbsi protein, vitamin, trace element, air, penyimpanan sisa pencernaan, adalah hal-hal yang mempengaruhi respons imun selular dalam beberapa tingkatan. Pada kondisi klinis lain dapat ditemukan sindrom yang kompleks dari kakeksia malignansi sebagai kontributor utama morbiditas dan mortalitas pasien dengan keganasan lanjut. Faktor-faktor yang berperan termasuk perubahan metabolik yang menghasilkan hipermetabolisme dan anoreksia sehingga menurunkan asupan makanan; dalam hal mana suplemen oral gagal menaikkan berat badan bila gangguan metabolisme tidak dikoreksi.
2.5 Manifestasi Tubuh Terhadap Trauma
a. Mengarahkan kesulitan mereka kepada diri sendiri, menjadi pendiam, tidak mau bergaul dengan teman-teman mereka.
b. Kelakuan mereka seperti anak kecil lagi (ngompol di tempat tidur, mengisap jempol, mimpi ketakutan), atau bicara bergagap.
c. Menjadi cepat marah, aggressive, berkelakuan nakal, berkelahi.
d. Tidak dapat tidur, takut tidur sendiri, tidak mau ditinggal sendirian meskipun untuk waktu yang singkat saja.
e. Mencari “tempat aman” di tempat mereka berada. Kadang-kadang mau tidur di lantai, tidak mau tidur di tempat tidur, karena takut kalau tidur nyenyak tidak tahu kalau bahaya datang.
f. Ketakutan kalau mendengar, melihat, atau mencium sesuatu yang mirip seperti waktu kejadian trauma berlangsung.
g. Menjadi waspada terus-selalu melihat-lihat sekeliling karena takut ada bahaya.
h. Berlaku seperti tidak takut karena sesuatu dan kepada siapapun juga. Kalau ada bahaya mereka berlaku tidak wajar, sambil berkata mereka tidak takut pada apapun juga.Lupa kecakapan yang baru saja dipelajari.
i. Berkata-kata mau membalas dendam.
j. Sakit kepala, sakit perut, cepat capai dan sakit-sakit yang sebelumnya tidak ada.
k. Sering mengalami kecelakaan karena mengambil risiko yang berbahaya, menempatkan diri sendiri di tempat-tempat bahaya, men-sandiwarakan kejadian trauma sekali lagi seperti korban (victim) atau tokoh.
l. Kesulitan-kesulitan di sekolah, nilai yang menurun, dan kesulitan konsentrasi.
m. Menjadi pessimis, tidak ada harapan masa depan, kehilangan keinginan untuk survive, bermain, menikmati hidup.
n. Minum obat narkotik atau ikut gerakan-gerakan yang melawan kebudayaan (counter culture movement) teristimewa bagi anak-anak yang lebih tua.
Sesudah kejadian trauma berakhir, dan keadaan aman kembali, pikiran dan perasaan trauma masih saja mempengaruhi si anak untuk waktu yang lama. Pengalaman teroris masih terkilas dengan jelas dipikiran si anak, dan sangat mempengaruhi dia. Ini menyebabkan :
  • Luka emosi
  • Bingung (karena tidak mengerti trauma)
  • Kelainan tingkah laku
2.6 Komplikasi Penyakit Trauma
Penyakit mungkin sekali mempunyai efek yang diperpanjang, sekunder atau jauh. Misalnya penyebaran organisme penyakit trauma dari tempat asal masuknya kuman, pada tempat itu terjadi rangsangan reaksi radang, yang menyebar ketempat lain dari tubuh manusia, dimana reaksi yang serupa akan terjadi.
A. Komplikasi penyakit trauma tumpul, tajam, dan tembak (trauma abdomen)
1. Perforasi
Gejala perangsangan peritonium yang terjadi dapat disebabkan oleh zat kimia atau mikroorganisme. Bila perforasi terjadi di bagian atas, misalnya lambung, maka terjadi perangsangan oleh zat kimia segera sesudah trauma atau timbul gejala peritonitis hebat. Bila perforasi terjadi dibagian bawah seperti kolon, mula-mula timbul gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak, baru setelah 24 jam timbul gejala-gejala akut abdomen karena perangsangan peritoneum. Mengingat kolon tempat bakteri dan hasil akhirnya adalah feses, maka jika kolon terluka dan mengalami perforasi perlu segera dilakukan pembedahan. Jika tidak segera dilakukan pembedahan, peritonium akan terkontaminasi oleh bakteri dan feses. Hal ini dapat menimbulkan peritonitis yang berakibat lebih berat.
2. Perdarahan
Setiap trauma abdomen (trauma tumpul, trauma tajam, dan tembak) dapat menimbulkan perdarahan. Yang paling banyak terkena robekan pada trauma adalah alat-alat parenkim, mesenterium, dan ligamenta. Diagnostik perdarahan pada trauma tumpul lebih sulit dibandingkan dengan trauma tajam,lebih-lebih pada taraf permulaan.
B. Komplikasi trauma fisika
Komplikasi akibat trauma panas (luka bakar)
  • Shock
  • Infeksi
· Ketidak seimbangan elektrolit (inbalance elektrolit)
  • Masalah distres pernapasan
C. Komplikasi akibat trauma dingin (hipotermia dan frostbiteHipotermia)
· Stadium perangsangan (hipotermia ringan, 32-35 drajat Celcius) : terjadi tremor otot maksimal, akibatnya kecepatan metabolisme basal sangat meningkat, semua sumber glukosa dipakai, penggunaan O2 meningkat sampai 6 kalinya. Peningkatan tekanan darah, menimbulkan nyeri.
· Stadium kelelahan (hipotermia sedang, 28-32 drajat Celcius) : sumber glukosa tidak ada lagi, terjadi bradikardia, aritmia dan depresi pernapasan.
· Stadium paralysis (hipotermia berat, di bawah 28 drajat Celcius) : koma, refleks pupil hilang (tetapi tidak ada tanda kematian otak), diikuti ventrikel, asistol, dan apnea. Semakin rendah penurunan suhu yang terjadi sampai aliran darah ke otak terhenti, maka semakin lama otak bisa menoleransi terhentinya sirkulasi (30drajat C:10-15 menit, 18drajatC:60-90 menit).
D. Komplikasi trauma kimia
Komplikas trauma kimia asam kuat dan basa kuat sering terjadi pada trauma mata. Diantara komplikasinya yaitu :
  • Kehilangan penglihatan
  • Glaukoma
  • Katarak
  • Ulkus/perforasi kornea
  • Sikatrik kornea
  • Retinal detachment
  • Konjungtiva
  • Palpebra
2.7 Tetanus
2.7.1 Pengertian Tetanus
Tetanus merupakan penyakit infeksi akut dan seringkali fatal yang disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani yang memproduksi toksin (racun). Racun ini yang kemudian menghasilkan gangguan saraf yang ditandai dengan meningkatnya tegangan dan kekejangan otot.
Biasanya bakteri ini masuk ketubuh melalui luka tusuk yang terkontaminasi seperti kait logam, serpihan kayu, atau gigitan serangga. Meskipun demikian, luka lain seperti luka bakar, luka operasi, borok, dan tali pusat bayi baru lahir juga dapat menjadi pintu masuk bakteri ini.
Tetanus terjadi secara sporadik dan hampir selalu mengenai orang yang belum pernah diimunisasi, atau bahkan yang sudah diimunisasi secara lengkap yang tidak menjaga imunitasnya dengan vaksinasi ulangan. Akan tetapi, penyakit ini merupakan penyakit yang dapat dicegah sepenuhnya dengan vaksinasi.
Gejala-gejala tetanus merupakan akibat dari salah satu jenis racun yang mempengaruhi sistem saraf, sehingga menyebabkan peningkatan tegangan dan kejang otot yang menyakitkan.
Terdapat kelompok gejala yang terdiri dari kekakuan, kekejangan otot, dan jika berat akan terjadi disfungsi pada sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang mengontrol kegiatan tubuh yang tidak disadari seperti napas, denyut jantung, dll). Kekakuan leher, sulit menelan dan membuka mulut merupakan gejala awal. Kejang pada otot dapat mengenai ke otot – otot wajah menghasilkan tampilan wajah yang khas yang sering disebut sebagai ‘risussardonicus’. Kekakuan juga dapat mengenai otot leher dan batang tubuh yang menyebabkan tubuh kaku membentuk seperti busur. Hal ini menjadi berbahaya jika kekakuan mengenai otot – otot pernapasan yang menyebabkan seseorang menjadi sulit bernapas.
2.7.2 Tabel Tingkat dan Gejala Tetanus
Tingkat Gejala
I Ringan :trismus* ringan – sedang ; gangguan pernapasan (-) ; kejang (-) ; sulit menelan yang ringan atau tidak ada.
II Sedang :trismus sedang ; kekakuan yang cukup bermakna ; kejang ringan – sedang namun pendek ; gangguan pernapasan sedang dengan peningkatan laju napas lebih dari 30 kali per menit ; sulit menelan ringan.
III Berat : trismus berat ; kejang seluruh tubuh ; peningkatan laju napas lebih dari 40 kali per menit ; terdapat kejadian henti napas ; sulit menelan yang berat ; denyut nadi lebih dari 120 kali per menit.
IV Sangat Berat :tingkat III dan adanya gangguan sistem otonom yang berat yang mempengaruhi sistem kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah). Hipertensi berat dan denyut nadi yang cepat bergantian dengan tekanan darah rendah dan denyut nadi lambat yang menetap.
Komplikasi dapat terjadi sebagai bagian dari penyakit (seperti: kejang tenggorokan, kurangnya oksigen dalam sirkulasi), atau sebagai konsekuensi dari pengobatan (seperti : pemberian obat untuk menenangkan yang berdampak pada terjadinya koma, masuknya benda asing (seperti : darah, cairan lambung, air liur, dsb) kejalan napas sampai henti napas, infeksi paru terkait penggunaan alat bantu napas, komplikasi dari prosedur trakeostomi (pembedahan pada saluran pernafasan untuk membuat jalan napas darurat), gejala sesak napas akut). Komplikasi juga dapat mengenai sistem pencernaan, jantung dan pembuluh darah, serta saluran kencing.
2.7.3 Cara dan Sumber Penularan Penyakit Tetanus
Tetanus merupakan penyakit yang mempengaruhi sistem saraf dan otot pada manusia
Gejala klinis yang ditimbulkan dari toksin tersebut adalah dengan memblok pelepasan dari neurotransmiter sehingga terjadi kontraksi otot yang tidak terkontrol.
2.7.4 Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Tetanus
Pencegahan dapat dilakukan dengan imunisasi tetanus yang termasuk dalam vaksinasi DTaP (diphtheria, tetanus and acellular pertusiss). Anak-anak biasanya mendapatkan rangkaian dari empat dosis vaksin DTaP sebelum usia 2 tahun, diikuti dengan dosis tambahan pada umur 4-6 tahun. Setelah itu sebuah tambahan lagi direkomendasikan pada umur 11-12 tahun, dan juga vaksin tetanus dan difteri tambahan di setiap 10 tahun saat dewasa.
Wanita hamil juga harus mendapatkan vaksin di setiap kehamilan, walaupun telah divaksinasi sebelumnya. Selain itu penyakit tetanus dapat dihindari dengan mengawali hidup sehat, seperti menggunakan alas kaki saat melakukan aktivitas dan menjauhkan benda-benda yang telah berkarat dari lingkungan hidup Anda dan keluarga.
Pengobatan terhadap penderita tetanus adalah berupa :
1. Antibiotika
2. Antitoksin
3. Tetanus toksoid
4. Anti Kejang
Terdapat 3 prinsip untuk pengobatan bagi penyakit ini : (1) menghancurkan bakteri sehingga racun tidak diproduksi secara terus - menerus ; (2) menetralisasi racun yang sudah beredar di tubuh diluar sistem saraf pusat ; (3) meminimalisasi efek racun yang sudah mengenai sistem saraf pusat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
· Trauma berasal dari bahasa Yunani yang berarti luka. Kata tersebut digunakan untuk menggambarkan situasi akibat peristiwa yang dialami seseorang. Para Psikolog menyatakan trauma dalam istilah psikologi berarti suatu benturan atau suatu kejadian yang dialami seseorang dan meninggalkan bekas. Biasanya bersifat negative, dalam istilah psikologi disebut post-traumatic syndrome disorder.
  • Ada tiga ciri khas trauma yaitu :
1. Adanya luka.
2. Pendarahan atau skar.
3. Hambatan dalam fungsi organ.
  • Macam-macam trauma
1. Trauma mekanik
2. Trauma fisika
3. Trauma kimia
· Tetanus merupakan penyakit infeksi akut dan seringkali fatal yang disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani yang memproduksi toksin (racun). Racun ini yang kemudian menghasilkan gangguan saraf yang ditandai dengan meningkatnya tegangan dan kekejangan otot.
DAFTAR PUSTAKA
1. https://id.scribd.com/doc/299551020/Respon-Metabolik-Tubuh-Terhadap-Trauma
2. http://makalahpatologitrauma.blogspot.co.id/
3. http://milantikasd.blogspot.co.id/2015/06/makalah-trauma-suatu-penyakit.html
Share:

Makalah Pengantar Patologi dan Perjalanan Penyakit





MAKALAH
PENGANTAR PATOLOGI dan PERJALANAN PENYAKIT
Di susun oleh :
WISDA NOVALANDA (1503108)
AKADEMI FISIOTERAPI WIDYA HUSADA SEMARANG
TAHUN PELAJARAN 2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Pengantar Patologi dan Perjalanan Penyakit” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Kami berterima kasih pada Bapak dr. Imam Arief Mindiono, M.Kes selaku Dosen mata kuliah Patologi Umum Akademi Fisioterapi Widya Husada Semarang yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai patologi dan perjalanan penyakit. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
Semarang, 16 Maret 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................... 2
DAFTAR ISI........................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang............................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah...................................................................... 4
1.3 Tujuan........................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Patologi....................................................................................... 5
2.1.1 Klasifikasi Patologi............................................................ 5
2.1.2 Ruang Lingkup Patologi.................................................... 6
2.1.3 Pembagian Patologi........................................................... 7
2.2 Penyakit...................................................................................... 7
2.2.1 Klasifikasi penyakit ........................................................... 8
2.2.2 Aspek penyakit...................................................................... 8
2.2.3 Proses Perjalanan Penyakit..................................................... 9
2.2.4 Karakteristik Penyakit ......................................................... 10
2.2.5 Identifikasi dan Penyebab Penyakit...................................... 12
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA........................................................................ 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Patologi berasal dari bahasa yunani, pathos (penyakit atau kelainan) dan logos (ilmu). Ilmu patologi dan kedokteran pada umumnya mengalami kemajuan pesat dengan digunakannya mikroskop cahaya untuk mempelajari jaringan yang sakit yang dimulai sekitar tahun 1800. Dengan mikroskop dapat memperlihatkan adanya mikroorganisme di sekitar manusia, dimana hal ini memberi kontribusi yang besar terhadap asumsi sebelumnya sehingga menyangkal teori penyakit yang timbul secara spontan melainkan beberapa disebabkan oleh mikroorganisme patologis berupa bakteri, parasit, dan jamur.
Rudolf Virchow (1821-1902), seorang ahli patologi Jerman mengungkapkan bahwa sel merupakan unsur terkecil yang membentuk tubuh manusia. Virchow juga mempelajari perubahan-perubahan morfologi mikroskopis sel-sel pada jaringan yang sakit dan dikaikan dengan keadaan klinik penderita, karenanya era mikroskop cahaya ini juga dikenal dengan era patologi seluler.
1.2 Rumusan Masalah
Apa klasifikasi ilmu patologi dan proses perjalanan suatu penyakit ?
1.3 Tujuan Makalah
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Patologi Umum dan untuk mengetahui tentang klasifikasi patologi agar dapat mengetahui jenis penyakit dan cara menangggulangi penyakit tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Patolog i
Patologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang penyakit, dimana meliputi pengetahuan dan pemahaman dari perubahan fungsi dan struktur pada penyakit dari tingkat molekuler sampai dengan pengaruhnya pada setiap individu. Patologi membahas penyakit dari segala segi meliputi ; sebab penyakit, sifat, perjalanan penyakit, perubahan anatomi dan fungsional yang disebabkan penyakit tersebut. Patologi mempunyai tujuan utama untuk mengidentifikasi sebab suatu penyakit, yang akhirnya akan memberikan petunjuk dasar pada program pengelolaan dan pencegahan penyakit tersebut. Selain Patologi juga dikenal istilah Patofisiologi, yaitu bagian dari ilmu Patologi yang mempelajari gangguan fungsi yang terjadi pada organisme yang sakit, yaitu meliputi asal penyakit, permulaan dan perjalanan penyakit serta akibat yang ditimbulkannya.
2.1.1 Klasifikasi Patologi
Patologi di klasifikasikan menjadi beberapa bagian meliputi:
1. Patologi umum
Patologi umum mencakup tentang mekanisme dan karakteristik bentuk tertentu dari proses suatu penyakit. Contoh kelainan kongenital, radang, tumor, degenerasi, dsb.
Patologi umum di bagi menjadi 3 bagian yaitu:
1. Patologi anatomi
Patologi anatomi adalah spesialisasi medis yang berurusan dengan diagnosis penyakit berdasarkan pada pemeriksaan kasar, mikroskopik, dan molekuler atas organ, jaringan, dan sel.
2. Patologi histologi
Patologi histologi adalah studi mikroskopis struktur jaringan menggunakan teknik pewarnaan khusus yang dikombinasikan dengan mikroskop cahaya dan elektron.
3. Patologi sistologi
Patologi sistologi adalah mencari dan menilai perubahan dari setiap struktur sel yang di temukan, seperti deteksi kanker, serta kelainan genetik dan hormonal.
2. Patologi sistemik
Patologi Sistemik merupakan karakteristik suatu penyakit yang menyebar secara sistemik ke seluruh tubuh.Ilmu patologi yang menekankan pada pengaruh penyakit tertentu terhadap organ / sistem organ. contoh kanker paru, radang usus, dsb.
2.1.2 Ruang Lingkup Patologi
Secara aplikasi kelimuan tersebut Patologi dibagi menjadi yaitu :
a. Patologi klinis
Patologi klinis adalah ilmu patologi yang lebih menekankan pada tingkat penyakitnya sendiri, mempelajari lebih mendalam tentang sebab, mekanisme, dan pengaruh penyakit terhadap organ / sistem organ tubuh manusia. Ilmu Patologi Klinis memberikan kontribusi besar terhadap kedokteran klinis yaitu bidang keilmuan yang melakukan pendekatan terhadap sakitnya penderita, meliputi pemeriksaan / penemuan klinik, diagnosis dan pengelolaan penyakit. Jadi dua disiplin ilmu tersebut tidak bisa lepas, kedokteran klinik tidak bisa dipraktekkan bila tanpa patologi, demikian juga patologi tidak berarti apapun bila tidak memberikan keuntungan di tingkat klinik.
b. Patologi Eksperimental
Patologi eksperimental merupakan suatu bidang ilmu patologi yang melakukan pengamatan atau observasi pengaruh perlakuan / manipulasi terhadap suatu sistem di laboratorium (invitro). Biasanya digunakan binatang percobaan ataupun kultur sel sebagai bahan uji. Kultur / pembiakan sel merupakan temuan menguntungkan dalam perkembangan patologi eksperimental, karena selain menghindari binatang sebagai bahan uji juga memberikan hasil mendekati keadaan sebenarnya, namun demikian uji laborat (invitro) tidak bisa membuat lingkungan fisiologis seperti dalam tubuh manusia (in vivo).
2.1.3 Pembagian Patologi
Patologi dibagi menjadi beberapa macam yaitu :
1. Histopatologi : menemukan dan mendiagnosa penyakit dari hasil pemeriksaan jaringan.
2. Sitopatologi : menemukan dan mendiagnosis penyakit dari hasil pemeriksaan sel tubuh yang dapat diambil.
3. Hematologi : mempelajari kelainan seluler dan berbagai komponen pembekuan darah.
4. Mikrobiologi : mempelajari penyakit infeksi dan organisme yang bertanggungjawab terhadap penyakit tersebut.
5. Imunologi : mempelajari mekanisme pertahanan yang spesifik dari tubuh manusia.
6. Patologi kimiawi : mempelajari dan mendiagnosis suatu penyakit dari hasil pemeriksaan perubahan kimiawi jaringan dan cairan.
7. Genetik : mempelajari kelainan-kelainan kromosom dan gen
8. Toksikologi : mempelajari pengaruh racun yang diketahui atau yang dicurigai.
9. Patologi forensic : aplikasi patologi untuk tujuan yang legal misalnya: menemukan sebab kematian pada kondisi yang tertentu.
2.2 Penyakit
Penyakit adalah Proses dinamik yang berakibat gangguan keseimbangan homeostasis dan kelainan struktur, fungsi atau kejiwaan serta perubahan proses-proses fisiologis dengan berbagai akibat sekunder. Penyakit dikatakan ada, jika beberapa struktur dan fungsi tubuh menyimpang dari normal sampai pada suatu keadaan berupa rusak atau terancamnya kemampuan untuk mempertahankan homeostasis normal atau individu tidak dapat lagi menghadapi tantangan lingkungan. Untuk memahami dan mengobati penyakit secara adekuat, harus memperhitungkan identitas proses-proses normal yang dipengaruhi, sifat-sifat gangguan, dan akibat-akibat sekunder gangguan semacam itu pada proses vital yang lain.
2.2.1 Klasifikasi penyakit
Penyakit dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam yaitu:
1. Penyakit Herediter : penyakit akibat kelainan kromosom atau gen dalam
herediter
2. Penyakit Kongenital : penyakit yg terjadi sejak lahir (penyebab diketahui atau tidak)
3. Penyakit Toksik : penyakit akibat racun
4. Penyakit Infeksi : penyakit akibat agent biologis masuk kedalam tubuh
5. Penyakit Traumatik: penyakit disebabkan cedera fisik
6. Penyakit Degeneratif : disebabkan degenerasi berbagai bagian tubuh → osteoporosis, arteriosklerosis
7. Penyakit Imunologik : disebabkan hipersensitivitas, autoimune, imunodefisiensi
8. Penyakit Neoplastik : disebabkan pertumbuhan sel abnormal → tumor atau kanker
9. Penyakit Gizi : disebabkan defisiensi gizi (protein, kalori, vitamin, mineral)
10. Penyakit Metabolik : disebabkan gangguan proses metabolik/ hormonal
11. Penyakit Molekuler : disebabkan kelainan molekul tunggal yang menyebabkan abnormalitas → anemia bulan sabit, akibat kesalahan urutan asam amino dalam Hb –nya
12. Penyakit Psikogenik : disebabkan gangguan mental → Neurosa, skizofrenia
13. Penyakit Iatrogenik: disebabkan tidak sengaja akibat pengobatan tenaga kesehatan → efek diuretik tiazid → hipokalemia → aritmia
14. Penyakit Idiopatik: penyakit yang penyebabnya tidak diketahui.
2.2.2 Aspek penyakit
Penyakit terdiri dari empat aspek, yakni :
1. Penyebab (etiologi)
2. Mekanisme terjadinya (patogenesis)
3. Perubahan struktur sel dan jaringan (morfologi)
4. Konsekuensi fungsional akibat perubahan morfologik, seperti yang terlihat secara klinik.
2.2.3 Proses Perjalanan Penyakit

Perjalan penyakit:
- Progresif
- Stasioner (menetap)
- Remisi (penyembuhan)
Pada proses perjalanan penyakit dari mulai terinfeksi sampai pada proses penyembuhannya terdapat lima tahapan yaitu:
1. Tahap Prepatogenesis
Pada tahap ini telah terjadi infeksi antara penjamu dengan bibit penyakit, tapi infeksi ini terjadi di luar tubuh manusia, belum di temukan tanda- tanda penyakit dan daya tahan tubuh penjamu masih kuat.
2. Tahap Inkubasi
Masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh oenjamu, tapi gejala- gejala penyakit belum tampak. Dimana suatu penyakit mempunyai masa inkubasi yang berbeda.
3. Tahap Penyakit Dini
Dihitung mulai dari munculnya gejala penyakit. Pada tahap ini penjamu sudah jatuh sakit tapi masih tahap ringan. Bila diobati dengan segera akan sembuh, bila tidak berlanjut ke tahap selanjutnya.
4. Tahap Penyakit Lanjut
Penyakit penjamu sudah tambah parah karena tidak diobati.
5. Tahap Akhir Penyakit
· Sembuh sempurna
· Sembuh tapi cacat
· Carier yaitu perjalanan penyakit seolah terhenti karena penyakit tidak tampak lagi, tapi dalam tubuh penjamu masih ada bibit penyakit yang pada suatu saat apabila daya tahan tubuh penjamu menurun, penyakit akan kambuh kembali (residif)
  • Kronis
  • Meninggal.
2.2.4 Karakteristik Penyakit
1. Epidemiologi
Studi insiden & distribusi populasi suatu penyakit à pencatatan& analisa data pada kelp. Penduduk
§ Penting untuk :
- Mencari etiologi
- Rencana program preventif
- Merencanakan fasilitas medik
- Skreening pada masyarakat.
2. Etiologi
Suatu agent primer yang bertanggung jawab untuk memulai proses selanjutnya yang menghasilkan sakit
§ Sebab umum : Kelainan genetik, Radiasi, Agen infektif, Chemical, Trauma mekanik
§ Kadang kadang : Multi faktor dan tidak diketahui tetapi menimbulkan faktor resiko
§ Tanpa adanya penyebab yang diketahui : diklasifikasikan sebagai primer idiopatik / esensial / spontaneus / cryptogenik.
3. Patogenesis
Suatu mekanisme dimana suatu sebab / etiologi beroperasi menyebabkan terjadinya manifestasi patologik & klinik, contoh :
– Inflamasi : respon terhadap kuman/agent yang menyebabkan kerusakan jaringan
– Reaksi Imun : efek sistem imun yg tidak diharapkan.
4. Manisfestasi Patologik dan Klinik
Mekanisme Patogenesis yang menimbulkan manifestasi penyakit berupa tanda, gejala dan gambaran patologik (lesi) dimana tanda dan gejala tersebut diperlihatkan.
# Lesi : kelainan struktur dan fungsi yang bertanggung jawab terhadap keadaan sakit.
5. Diagnosis
Penentuan jenis / determinasi secara alamiah dari penyakit terdiri dari :
– Diagnosis klinis : dibuat berdasarkan simptom aktual (gejala
sesungguhnya), dibagi :
– Gejala subyektif (gejala yg dirasakan)
– Gejala obyektif (gejala yg ditemukan via pemeriksaan)
– Diagnosis diferensial : gejala yg ditemukan dibandingkan /
dibedakan dgn gejala dari penyakit yg lain
– Diagnosis tentatif : diagnosa yg ditetapkan utk sementara
berdasarkan fakta & keadaan yg ditampilkan & berdasarkan
pengamatan atau pemeriksaan (suatu langkah dalam menegakkan
diagnosa).
Langkah pemeriksaan :
o Anamnesis : mengajukan pertanyaan pada pasien
o Inspeksi : sesuatu yang dapat dilihat melalui pemeriksaan
o Palpasi : melakukan sentuhan terhadap pasien
o Perkusi : melakukan ketukan pada daerah saraf refleks
o Auskultasi : membuat diagnosa
o Laboratorium
o Rontgen.
6. Komplikasi dan Cacat
Komplikasi adalah penyakit dapat berlangsung lama dan menimbulkan efek sekunder, yang dapat menyebabkan penyakit lain yang disertai kelainan fungsi / fisiologi.
Cacat adalah penyakit berlangsung singkat / lama tapi menimbulkan efek sekunder berupa kelainan fisik / anatomi secara permanen.
7. Prognosis
Merupakan perkiraan jalannya penyakit. Dipengaruhi oleh intervensi medik bukan alamiah
Intervensi medik :
– Medikasi
– Rehabilitasi
2.2.5 Identifikasi dan Penyebab Penyakit
Identifikasi :
– Faktor genetik : diturunkan / didapat
– Multi faktor : gabungan genetik & lingkungan
– Faktor lingkungan : didapat dari lingkungan.
Penyebab :
– Host : manusia / penjamu / pembawa
– Agent : penyebab (virus/bakteri/mikroorganisme)
– Lingkungan : fisik, biologi, kimia.
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Patologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana organ dan jaringan tubuh yang sehat secara anatomi dan fisiologi kemudian mengalami perubahan yang di sebabkan oleh gangguan luar maupun dalam. Patologi membahas penyakit dari segala segi meliputi penyebab penyakit,proses terjadinya penyakit,perubahan anatomi dan fungsional yang di sebabkan penyakit tersebut dan efek klinisnya. Untuk memahami dan mengobati penyakit secara adekuat, harus memperhitungkan identitas proses-proses normal yang dipengaruhi, sifat-sifat gangguan, dan akibat-akibat sekunder gangguan semacam itu pada proses vital yang lain.
DAFTAR PUSTAKA

Sudarto Pringgoutomo, dkk. Buku Ajar Patologi I (Umum). Jakarta: Sugeng Seto, 2002
price,sylvia A,dkk. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta: EGC,edisi 2
Price, Wilson (2005), Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta: EGC,
edisi 6
http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Penyakit&oldid=7713899
http://abram G.D. konsep umun penyakit, patofisiologi, konsep kklinis proses penyakit, edisi 4 penerbit buku kedokteran, 1995.html
http://uderwood J.C.E Karakteristik, Klasifikasi dan insiden Penyakit , patologi umum dan sistemik, edisi 2 penerbit buku kedokteran 1999.html
http://materi-kuliah-akper-akbid.blogspot.com/2013/03/patologi-patogenesis-dan-patofisiologi.html
http://dr-suparyanto.blogspot.com/2010/10/pengantar-patofisiologi.html
Share:

Selasa, 12 April 2016

Gait (Gaya Berjalan)

Tipe-tipe gait:
1. Tabetic atau Ataxic Gait
Merupakan ciri khas penyakit pada columna posterior dan timbul akibat hilangnya sensasi proprioseptif pada ekstremitas. Pasien-pasien seperti ini berjalan dengan langkah-langkah yang lebar, membantingkan kakinya dan biasanya mengamati tungkainya sehingga mengetahui dimana tungkainya berada. Pada keadaan gelap atau mata tertutup, ataxia semakin memburuk. Gerakan yang canggung dan tidak menentu merupakan ciri khas. Kaki diletakkan terpisah terlalu lebar anatara yang satu dengan yang lainnya, dan ketika melangkah penderita mengangkat kaki dengan tiba-tiba dan terlalu tinggi untuk kemudian membantingkan atau menghentakkannya kuat-kuat pada lantai. Timbul ketidakteraturan dalam jarak setiap langkahnya, berjalan terhuyung-terhuyung dan limbung, biasanya dengan deviasi ke salah satu sisi.

2. Hemiplegic Gait
Tungkai yang sakit tampak kaku dan diayunkan pada panggul dengan gerak setengah lingkaran oleh gerakan tubuh; pasien doyong ke sisi yang sakit dan lengan pada sisi tersebut berada dalam keadaan kaku serta semifleksi. Suatu gaya berjalan yang serupa terjadi pada setiap gangguan yang menyebabkan paggul atau lutut tidak bergerak. Ekstremitas yang sakit dan spastik digerakkan ke depan dengan susah payah karena mobilitas sendinya terganggu. Jari-jari kaki pada tungkai yang hemiplegia cenderung tertarik ke bawah, sehingga gerakkan abduksi dan circumduksi dari ekstremitas diperlukan untuk menggerakan ke depan.

3. Scissors Gait
Merupakan ciri khas paraplegia spastik. Kedua tungkai adduksi, menyilang silih berganti di depan tungkai yang satu dengan lutut saling begesek. Akibatnya langkah-langkahnya pendek dan jalannya menjadi lambat. Kedua tungkai spastik. Ekstremitas bawah tersebut bergerak ke depan dengan sikap yang kaku, tersentak-sentak dan kadang-kadang disertai gerakan kompensasi yang menonjol dari tubuh dan ekstremitas atas.

4. Drunken atau Staggering Gait
Gaya berjalan terhuyung-huyung ini terlihat pada alkoholisme akut yang dapat pula terjadi akibat keracunan obat, neuritis multiple, tumor otak, multiple sclerosis atau paresis umum.

5. Waddling atau Clumsy Gait
Gaya berjalan terombang-ambing ini terjadi akibat dislokasi sendi panggul atau distrofi otot dengan kelemahan panggul. Pada kedua keadaan tersebut, otot-otot badan dipaksa bekerja sehingga penderita terombang-ambing ke kanan dan ke kiri. Kelemahan otot badan dan lengkung panggul menyebabkan pelvis miring. Gaya berjalan terombang-ambing ini terjadi akibat kesukaran dalam mempertahankan pelvis dengan sudut yang tepat terhadap ekstremitas penunjang berat tubuh, dengan jatuhnya pelvis ke sisi kiri yang tidak menunjang sebaliknya, sebagai suatu kompensasi berlebihan, menimbulkan gerak tubuh ke sisi yang menunjang. Distrofi otot mempunyai ciri khas berupa kelemahan otot-otot badan dan lengkung panggul, yang menyebabkan punggung melengkung ke depan, perut menonjol dan gaya berjalan terombang-ambing.

6. Steppage Gait
Ditandai oleh gerakan lutut yang tinggi dan kaki terkulai. Bahkan kalau tungkai diangkat, jari-jari kaki terseret sepanjang lantai, terjadi pada paralisis. Kelompok otot tibialis anterior, seperti pada neuritis alkohol, cedera nervus peroneus, poliomyelitis dan atrofi muscular progesif. Kalau terjadi food drop bilateral, maka gaya berjalannya dapat menyerupai gaya berjalan seekor kuda yang mengangkat kakinya tinggi-tinggi.

7. Cerebellar Gait atau Ataxia
Ditandai oleh irregularitas dan keadaan limbung yang nyata dengan vertigo dan cenderung terhuyung-huyung ke satu sisi. Ekstremitas bawah tampak lemas; gerakan tungkai untuk melangkah dimulai lambat-lambat tetapi kemudian secara kasar, mendadak dan tidak menentu tungkai tersebut dijatuhkan ke depan serta tiba di lantai dengan hentakkan. Langkahnya lebar, irregular, terhuyung-huyung atau menyimapang dengan langkah yang limbung pada saat membelok.

8. Propulsion atau Festination Gait
Gaya berjalan propulasi pada paralisis agitans ditandai oleh sikap tubuh yang limbung ke depan dan langkah-langkahnya diseret, yang mula-mula dimulai dengan perlahan dan kemudian makin menjadi cepat. Penderita dengan gambaran Parkinsonisme yang klasik memperlihatkan sikap tubuh yang miring, langkahnya pendek-pendek dan kerapkali makin bertambah cepat sehingga seolah-olah penderita tengah mengejar pusat gravitasinya.

9. Hysterical Gait
Gaya berjalan histerik menyerupai berbagai paralisis (misalnya monoplegia, hemiplegia atau paraplegia) tetapi berbeda dengan bentuk-bentuk organik pada gejala yang lebih nyata dan lengkap, dengan kemampuan menggunakan tungkai tersebut dalam keadaan darurat. Gata berjalannya tampak aneh dan tidak masuk di akal, ditandai oleh gerakan mengatur keseimbangan yang berlebih-lebihan dan tidak terlihat konsisten antara gaya berjalannya dengan kemampuan penderita yang sesungguhnya untuk menggerakkan tungkainya secara volunter. Mungkin terdapat gerakan tiba-tiba, berbentuk zigzag, gerakan nai turun yag irregular atau gerakan yang berlebihan, sangat lambat, ragu-ragu dan slow motion.

10. Astasia-Abasia
Merupakan ataxia histerikal dengan inkoordinasi yang aneh sehingga penderita tidak mampu berdiri atau berjalan padahal semua tungkainya dapat digerakkan dengan normal ketika penderita duduk atau berada di ranjang.

11. Limping Gait atau Antalgic Gait
Kalau timbul rasa nyeri ketika ekstremitas bawah harus menerima bebannya, maka pasien akan meletakkan ekstermitas yang menderita tersebut dengan perlahan-lahan dan mengambil langkah-langkah yang pendek agar kaki yang sakit secepat mungkin bebas dari bebannya. Tungkai yang baik dilangkahkan dengan cepat ke depan dan dihentakkan kuat-kuat ke lantai. Keadaan timpang ini dapat menyertai berbagai keadaan, termasuk memendeknya ekstremitas bawah dan deformitas kaki.
Share:

MUSCULUS DI EKSTRIMITAS SUPERIOR















EKTRIMITAS SUPERIOR
1.Nama :    M. Deltoideus
   origo :    a. Serat anterior (os. Claviculae)
                 b.Serat Medial (lateral os. Acromion
                     Claviculae)
                 c. Serat Posterior (Spina Scapula)
  insertio :  Tuberositas Deltoidea
  inervasi (persyarafan) : N. Axillaris (C5,C6)
  Fungsi  : a. Serat Anterior  : abduksi, Fleksi
                     Shoulder
                 b. Serat Posterior : ekstensi
                     Shoulder


        2.Nama : M. Latissimus Dorsi
           Origo  : dimulai dari Posterior Crista illiaca
                       pada pelvis, Fascia Lumbalis, proc.
                       Spinosus 6  tulang belakang,
                       Tulang rusuk 3&4, Angulus inferior
                       Scapula
           Insertio : Sulcus intertubercularis humeri
           Inervasi : N. Thoracodorsalis
           Fungsi :Ekstensi shoulder, Adduksi,
                       endorotasi Shoulder



                                    3.Nama : M. Supraspinatus
                                       Origo : Fossa Supraspinata, dan Facia Supraspinata
                                       Insertio : Prox. Tuberculum majus
                                       Inervasi : N. Suprascapularis
                                       Fungsi : Abduksi Shoulder







             4.Nama : M. Infraspinatus
                Origo : Fossa  Infraspinatus
                Insertio : Tuberculum pada Humerus
                Inervasi : N. Suprascapularis
                Fungsi : Eksorotasi Shoulder dan Abduksi pada scapula 







5.nama : M. Pectoralis Mayor
   Origo : Pars Clavicularis
   Insertio : Lateral Sulcus Intertubercularis
   Inervasi : N. Pectoralis Lateral & Medial
   Fungsi  : Adduksi dan Endorotasi




       6.Nama : M. Subscapularis
          Origo : Fossa Subscapularis
          Insertio : Tuberculum Minus
          Inervasi : N. Subscapularis
          Fungsi : Endorotasi Shoulder







  7.Nama : M. Biceps brachii
    Origo : Tuberositas Supraglenoidalis dan Proc. Coracoideus
    Insertio : Posterior Tuberositas Radii
    Inervasi : N. MusculoCutaneus
    Fungsi : Fleksi Elbow






                      8.Nama : M. Brachialis
                         Origo : Corpus Humeri anterior dan prox. Supracondylaris Lateral
                         Insertio : Inferior Processus Coronoideus dan Tuberositas Radii
                         Inervasi : N. Musculocutaneus
                         Fungsi : Fleksi Elbow







   9. Nama : M. Triceps Brachii
      Origo : a. Caput Longum (Tuberculum Infraglenoidalis)
                  b. Caput Medial (Facies Posterior Humerii)
                  c.Caput Lateral : Facies Posterior Humerii
      Insertio : Olecranon Ulna
      Inervasi : N. Radialis
      Fungsi : Ekstensi Elbow





                                  10.Nama : M. Anconeus
                                       Origo : Posterior Epycondylus Lateral Humerii
                                       Insertio : olecranon Ulna
                                       Inervasi : N. Radialis
                                       Fungsi : Ektensi Elbow








                       







           
Share:

About

Entri Populer

Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Cedara Olahraga

Recent Posts

Unordered List

Pages

Theme Support